Pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan (Bagian I: Pengertian Umum)

Banyak rekan yang menghubungi saya setelah tulisan tentang sertifikasi pengadaan di blog ini saya masukkan yang menanyakan tentang proses pengadaan di instansi pemerintah. Juga ada yang menelepon dan “curhat” mengenai kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh panitia lelang di sebuah instansi sehingga perusahaannya “dikalahkan” dalam pelelangan tersebut.

Rupanya, sebagian besar terjadi karena ketidaktahuan terhadap Keppres No. 80 Tahun 2003 dan perubahannya, sehingga banyak hal-hal yang kelihatan sepele namun cukup fatal dalam aturan sehingga sah untuk digugurkan. Ada juga yang rupanya benar-benar “dipermainkan” oleh panitia lelang.

Karena itulah saya mencoba untuk menuliskan sedikit informasi mengenai tata cara pengadaan barang dan jasa dalam lingkup pemerintahan. Dan karena materinya cukup luas dan panjang, agar mudah dipahami, saya mencoba untuk membagi menjadi beberapa tulisan, agar pembaca yang sudah paham pada satu tahapan dapat langsung menuju kepada tahapan lainnya.

Dalam tulisan ini saya akan mencoba memasukkan beberapa kejadian-kejadian yang pernah saya alami maupun pengalaman teman yang lain, agar dapat memperkaya isi tulisan. Juga hal-hal yang harus diperhatikan oleh rekanan pada saat mengikuti pelelangan sehingga tidak mengalami masalah.

Nah, mari kita mulai 🙂

Pengertian Umum

Seperti yang telah saya tuliskan disini, bahwa proses pengadaan barang ataupun jasa dalam institusi pemerintah tidak semudah pengadaan di institusi swasta. Seluruh pengadaan barang yang pembiayaannya melalui APBN/APBD, baik sebagian atau keseluruhan, harus mengacu kepada aturan yang berlaku (Keppres No. 80 Tahun 2003, Bagian Kedua Pasal 2; bagian ketujuh pasal 7)

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam proses pengadaan ini, diantaranya:

  1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa
  2. Penyedia barang/jasa, adalah badan usaha atau perseorangan yang menyediakan barang/jasa
  3. Barang, adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, bahan setengah jadi, barang jadi/peralatan yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa
  4. Khusus jasa, terbagi atas 3 jenis, yaitu Jasa Pemborongan, Jasa Konsultasi dan Jasa lainnya

Untuk istilah lebih lengkap, silakan membuka Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 1 dan Perpres No. 8 Tahun 2006 Pasal 1

Istilah-istilah ini harus dipahami terlebih dahulu, karena dalam pelaksanaan pengadaan, banyak aturan-aturan yang berbeda untuk setiap jenis pengadaan. Khususnya pada pengadaan barang dan pengadaan jasa konsultasi.

Swakelola

Nah, apakah seluruh pengadaan atau kegiatan di institusi pemerintah itu harus dilaksanakan dalam bentuk pelelangan ?

Sesuai dengan aturan, ada 2 (dua) pelaksanaan pengadaan, yaitu dengan menggunakan penyedia barang/jasa (pihak ketiga) atau dengan cara swakelola (dikelola sendiri oleh institusi itu)

Sebelum kita masuk lebih jauh ke pengadaan, saya akan jelaskan sedikit tentang swakelola.

Swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh institusi, dimana dalam pelaksanaannya dapat dilaksanakan oleh PPK, instansi pemerintah lain atau kelompok masyarakat/LSM penerima hibah.

Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola adalah:

  • pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis SDM pada institusi yang bersangkutan (misalnya diklat, beasiswa, kunjungan kerja);
  • pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi masyakarat;
  • pekerjaan yang dari segi besaran, sifat, lokasi, atau pembiayaan tidak diminati oleh penyedia barang/jasa;
  • pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menanggung resiko yang besar;
  • penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya, atau penyuluhan;
  • pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) yang bersifat khusus, yangbelum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa;
  • pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium, pengembangan sistem tertentu dan penelitian oleh perguruan tinggi/lembaga ilmiah pemerintah;
  • pekerjaan yang bersifat rahasia bagi instansi pengguna barang/jasa.

Nah, dari penjelasan diatas maka cukup jelas apa saja yang boleh dilaksanakan secara swakelola. Di luar dari daftar tersebut, harus dilaksanakan melalui penyedia barang/jasa.

Ada satu contoh kesalahan persepsi yang terjadi.

Disebuah institusi dilakukan pengadaan komputer dan server dengan cara swakelola, dimana kepala laboratorium langsung memberi beberapa unit komputer dan server ke toko komputer tanpa melalui proses lelang. Setelah ditanya mengapa melakukan hal tersebut, mereka berdalih, “Loh, ini khan pekerjaan yang bersifat rahasia, karena komputer dan server ini nanti akan digunakan untuk mengolah data ujian yang sifatnya amat rahasia.” 🙂

Disini terlihat jelas ketidakpahaman terhadap substansi dari Kepres dan pengertian mengenai pekerjaan yang sifatnya “rahasia” tersebut. Yang rahasia adalah “pekerjaannya” dan bukan “barangnya.” Jadi proses pengadaan barangnya tetap harus terbuka dan transparan, tetapi nanti setelah diadakan, maka penggunaannya masuk dalam kategori rahasia. Contoh pengadaan yang sifatnya rahasia adalah pengadaan perangkat untuk peluru kendali, instalasi nuklir, atau untuk intelijen negara 🙂

Panitia Pengadaan

Apabila sebuah pengadaan barang/jasa dilakukan dengan menggunakan pihak ketiga, yaitu melalui penyedia barang dan jasa, maka proses pengadaannya harus melalui panitia atau pejabat pengadaan.

Panitia pengadaan dibentuk bila nilai pengadaan di atas Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah), sedangkan dibawah itu cukup dengan pejabat pengadaan.

Jumlah panitia pengadaan minimal 3 orang dan berjumlah ganjil sesuai dengan nilai pengadaan dan harus berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi lainnya.

Panitia pengadaan harus memahami tentang prosedur pengadaan, jenis pekerjaan yang diadakan maupun substansi pengadaan, tidak memiliki hubungan keluarga dengan pejabat yang mengangkat dan menetapkan sebagai panitia dan memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa pemerintah.

Khusus untuk aturan mengenai kepemilikan sertifikat pengadaan barang/jasa pemerintah, sesuai dengan Surat Edaran Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 0021/M.PPN/01/2008 Tanggal 31 Januari 2008, maka sertifikat pelatihan/bimbingan teknis pengadaan barang dan jasa, untuk sementara, sampai tanggal 31 Desember 2008 dapat diberlakukan sebagai sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa.

Dalam klausul mengenai panitia juga ditegaskan, bahwa panitia harus memahami substansi dari pengadaan. Apabila di institusi itu tidak ada orang yang memahami mengenai substansi, maka disilakan untuk mengambil orang dari unit/institusi lain. Contoh, sebuah institusi hendak mengadakan perangkat server dan kelengkapannya, sedangkan di institusi itu tidak ada seorangpun yang memahami tentang server, maka dapat mengambil panitia dari bagian data atau institusi yang menangani TI.

PPK, bendaharawan, dan pejabat yang bertugas melakukan verifikasi surat permintaan pembayaran (SPP) dan/atau pejabat yang bertugas menandatangani surat perintah membayar (SPM)  dilarang duduk sebagai panitia/pejabat pengadaan. Pegawai pada BPKP, Itjen, Inspektorat Utama, dan unit pengawas lainnya juga dilarang menjadi panitia/pejabat pengadaan pada institusi lain. Mereka hanya bisa menjadi panitia/pejabat pengadaan pada institusi masing-masing.

Penyedia Barang/Jasa

Bukan hanya panitia saja yang memiliki persyaratan, tapi penyedia barang/jasa juga memiliki persyaratan untuk dapat mengikuti kegiatan pengadaan. Persyaratan penyedia barang/jasa adalah:

  • memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan usaha. (dalam ketentuan ini jelas bahwa penyedia barang/jasa harus mengikuti aturan yang berlaku mengenai bentuk usaha, seperti Surat Ijin Usaha dan aturan-aturan lainnya);
  • memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan barang/jasa (hal ini nantinya dapat dibuktikan pada penilaian kualifikasi perusahaan tersebut).
  • tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan/atau direksi yang bertindah untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana;
  • secara hukum mempunya kapasitas menandatangani kontrak. (atau yang lebih jelas adalah penandatangan kontrak haruslah orang yang namanya tertera di dalam akte pendirian perusahaan atau orang yang diberi kuasa penuh (misalnya melalui RUPS) untuk bertindak untuk dan atas nama perusahaan itu);
  • sebagai wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir, dibuktikan dengan melampirkan bukti tanda terima penyampaian SPT PPh tahun terakhir, dan fotokopi SSP PPh Pasal 29;
  • dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir pernah memperoleh pekerjaan menyediakan barang/jasa, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk pengalaman subkontrak, kecuali penyedia barang/jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
  • tidak masuk dalam daftar hitam (sebuah daftar yang dikeluarkan oleh institusi pemerintah yang berisi daftar perusahaan yang “bermasalah” dalam proses pelelangan di satu tempat sehingga tidak diperbolehkan mengikuti pelelangan si seluruh institusi pemerintah lainnya);
  • memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan pos (“jelas” disini juga berarti bahwa alamat tersebut memang benar alamat perusahaan yang bersangkutan, bukan alamat yang hanya sekedar “diakui” saja);

Khusus untuk tenaga ahli yang ditugaskan dalam pelaksanaan pekerjaan Jasa Konsultasi, persyaratannya adalah:

  • memiliki NPWP dan bukti penyelesaian kewajiban pajak (ini yang kadang sulit bagi tenaga ahli kita);
  • lulusan perguruan tinggi negeri atau swasta yang telah terakreditasi atau yang lulus ujian negara atau perguruan tinggi luar negeri yang ijazahnya telah disahkan oleh Depdiknas;
  • mempunya pengalaman di bidangnya.

Selain persyaratan di atas, pegawai negeri, pegawai BI, pegawai BHMN/BUMN/BUMD dilarang menjadi penyedia barang/jasa, kecuali yang bersangkutan mengambil cuti di luar tanggungan negara.

Untuk penilaian mengenai persyaratan penyedia barang/jasa tersebut akan melalui proses penilaian kualifikasi, baik pra kualifikasi maupun pasca kualifikasi, yang akan dibahas pada bagian II.

Nah, lumayan “singkat” khan pelaksanaan penyediaan barang/jasa pemerintah ini. Sebenarnya semua ini dilaksanakan agar proses pengadaan dapat dilaksanakan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.

Kalau dalam pelaksanaannya ada yang “jauh” dari tujuan tersebut, tak lain dan tak bukan adalah tindakan dari beberapa “oknum.”

Atruan tetap aturan yang bagaimanapun pasti ada celah untuk dilanggar. Namun, untuk mewujudkan bangsa yang baik, seyogyanya aturan dapat ditegakkan secara murni dan konsekwen.

Bagian I ini saya akhiri disini, agar mudah dalam proses pembacaan, karena pada bagian ke II saya akan fokus kepada proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

Sebagai info, pada bagian II, saya hanya akan fokus kepada pelaksanaan pengadaan barang/jasa lainnya dan bukan kepada jasa konsultasi. Karena di lapangan, proses pengadaan yang paling banyak dilaksanakan adalah barang/jasa lainnya.

This entry was posted in Pengadaan Barang/Jasa and tagged , , , , . Bookmark the permalink.

415 Responses to Pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan (Bagian I: Pengertian Umum)

  1. @rio, maksud pertanyaannya apa yah ?

    @ikhwan, benar pak, jadi koreksi aritmatik untuk kontrak jenis lumpsum hanya membandingkan antara angka dan huruf yang tertera pada surat penawaran dan dokumen kuantitas dan harga. Tidak ada format macam-maca saja kok, cukup diperhatikan saja. Kecuali kalau ada perbedaan, maka perlu dibuatkan Berita Acara untuk mengubah harga penawaran dari perusahaan yang dimaksud dengan mengacu pada huruf yang dituliskan pada surat penawaran

  2. Pingback: Pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan (Bagian I: Pengertian Umum) « Nurkasanah.Blog

  3. e-one says:

    mau nanya tentang bagai mana step untuk pengadaan dibawah 10 juta…? mhon di urutkan mulai dari awal ya mas…terima kasih bnyak mas….

  4. Edy Herwan says:

    Kemampuan dasar KD di hitung berdasarkan apa? apakah berdasarkan pagu atau berdasarkan penawaran.
    Misalnya pagu dana 8M
    Penwaran saya 7M
    Nilai Pengalaman tertinggi 3,5M
    KD=2NPt
    jadi KD perusahaan saya 2 x 3,5M = 7M
    sesuai dengan penawaran saya
    Apakah saya memenuhi persyaratan?

  5. Edy Herwan says:

    Pertanyaan kedua Pak
    Persyaratan KD pada proyek multiyears apakan kumulatif atau di dasarkan pada nilai tahun pertama?

  6. @e-one, untuk pengadaan di bawah 10 juta cukup dengan SPK kok pak. Jadi tinggal beli langsung saja, tapi tidak cukup hanya kuitansi, melainkan menggunakan SPK

    @Edy, KD pada Keppres 80/2003 dihitung dari Pagu Anggaran, sedangkan KD untuk Perpres 54/2010 dihitung dari HPS. Menggunakan kedua aturan ini, maka perusahaan bapak tidak memenuhi persyaratan kualifikasi.
    KD untuk proyek multiyears dihitung dari total anggaran untuk paket proyek itu.

  7. Edy Herwan says:

    Pada kegiatan Rehabilitasi Kawasan Konservasi/Lindung,
    Pagu dana 8M (non K)
    Multiyears
    didalamnya terdapat pekerjaan :
    pengadaan bibit, pupuk, obat-obatan, penanaman, pemeliharaan
    Bangunan/Pondok kerja dengan nilai Rp. 6 juta per unit
    Pembuatan jalan periksa cukup dengan menebas/menyemprot

    Pertanyaan :
    1. Apakah perekjaan tsb termasuk jasa borongan kontruksi atau jasa borongan lainnya
    2. KD berapa NPt ?
    3. Apakah diperlukan persyaratan IUJK, SBU Bangunan dan SBU Jalan.
    4. Apakah diperlukan SKTK

    Terimakasih

  8. @Edy, kalau melihat dari lingkup kegiatannya, itu termasuk jasa pemborongan/jasa lainnya dan bukan konstruksi. Artinya KD = 5 Npt (kalau pakai Keppres 80/2003).
    Khusus IUJK dan SBU, karena tidak ada pekerjaan konstruksi maka saya pikir tidak perlu disyaratkan. Justru coba di cek apakah perlu ijin khusus dari Kementerian Kehutanan atau tidak ?

  9. Edy Herwan says:

    Ya, menurut presepsi sy ini termasuk jasa borongan/jasa lainnya, dan tidak memerlukan IUJK dan SBU karena dari sisi teknis dan porsi dana utk pekerjaan banguan pondok kerja dan jalan periksa sangat kecil.
    Tapi presesi panitia berbeda, hal itu yg membuat perusahaan saya gugur.
    Terimakasih pak Khalid

  10. rony says:

    Pak Tanya lagi ya….
    ada pekerjaan renovasi ruangan didalam nya ada pekerjaan sipil, interior, eksterior dan mekanikal elektrical ;
    1. apakah termasuk pekerjaan konstruksi ?
    2. apabila pekerjaan tersebut diperkirakan selesai melewati tahun anggaran, bagaimana prosedur pembayaranya ?
    3. Sistem penilaian kualifikasi yang tepat apakah merit poin ataukah sistem gugur?
    terimakasih……

  11. @rony

    1. Iya, itu termasuk pekerjaan konstruksi
    2. Berarti kontraknya Multiyears, pembayarannya dilakukan sesuai tahapa yang disebutkan di dalam kontrak
    3. Semua kualifikasi menggunakan sistem gugur, sistem penilaian merit point hanya digunakan untuk penilaian teknis dan/atau harga

  12. rony says:

    menyambung pertanyaan diatas ;
    1. ditempat kami tidaka ada kemampuan SDMnya berarti harus pakai konsultan , apakah bisa pake konsultan perorangan?
    2. apabila tidak ada anggaran untuk konsultan bagaimana caranya? apakah ambil dr pagu pekerjaan tersebut?
    3.kalo pake metode sistem merit poin bgmn?
    trims

  13. @rony

    1. Loh, konstruksi dan konsultansi itu 2 hal yang berbeda, tidak boleh digabung. Output jasa konsultansi itu laporan. Apakah renovasinya cuman sekedar laporan saja ?

    2. Konsultannya ini untuk apa ? Apakah konsultan perencana dan konsultan pengawas ? Kalau pekerjaannya kecil, ya tidak perlu konsultan perencana, cukup digambar sendiri saja. Dana diambilkan dari pagu anggaran kegiatan

    3. Merit point itu hanya untuk penilaian teknis dan/atau harga. Jadi tidak ada istilah merit point untuk kualifikasi. Pada Perpres 54/2010, penilaian merit point untuk pekerjaan konstruksi juga hanya boleh untuk pekerjaan yang kompleks

  14. Edy Herwan says:

    proses lelalng minimal diikuti oleh 3 perusahaan, yang dimaksud apakah minimal 3 perusahaan yang memenuhi persyaratan atau minimal 3 perusahaan yang mendaftar, misalnya dari tiga perusahaan yang mendaftar hanya satu atau dua yang memenuhi persyaratan, apakah dianggap sah?

  15. @Edy, 3 perusahaan tersebut adalah 3 perusahaan yang mendaftar. Masalah memenuhi syarat atau tidak nanti ditentukan pada tahapan evaluasi, baik evaluasi administrasi, teknis, harga dan kualifikasi.
    Kalau hanya 1 yang memenuhi persyaratan, ya 1 itulah yang dijadikan pemenang 🙂

  16. endah sulistyowati says:

    assalamu’alaikum..
    saya mau tanya pak, kebetulan tahun depan di kantor akan ada pekerjaan renovasi gedung kantor sebesar 1,7m rupiah, nah yang jadi pertanyaan saya:
    1. berapakah jumlah panitia pengadaan untuk pekerjaan tersebut ?
    2.

  17. endah sulistyowati says:

    maaf, tadi belum selesai sudah terkirim.
    pertanyaan saya berikutnya :
    1. apakah semua panitia harus memiliki sertifikat keahlian ? kalau ada salah satu atau sebagian yang tidak memiliki bagaimana ?
    2. mengapa jumlah panitia pengadaan harus berjumlah ganjil ?
    3. apakah jika salah satu dari panitia pengadaan tersebut tidak menandatangani salah satu dokumen berita acara karena pada saat proses yang bersangkutan tidak hadir dikarenakan suatu sebab dan lain hal, berarti dokumen berita acara dimaksud tidak sah ?

  18. @endah, kalau menurut Perpres 54/2010, jumlah panitia disesuaikan dengan Beban kerja. Jadi silakan disesuaikan dengan kebutuhan. Yang jelas jumlahnya harus ganjil

  19. @endah

    1. Semua harus bersertifikat, karena sesuai aturan SEMUA panitia wajib bersertifikat, kecuali kalau menggunakan Perpres 54/2010, Aanwijzer dan tenaga ahli boleh tidak bersertifikat tapi harus diangkat oleh PA/KPA. Kalau tidak bersertifikat, artinya lelangnya tidak sah dan gugur karena tidak sesuai ketentuan

    2. Jumlahnya ganjil agar apabila terjadi permasalahan dan harus voting maka dapat diperoleh keputusan

    3. Tidak apa-apa kalau ada yang tidak tandatangan, yang penting tidak semuanya kosong

  20. endah sulistyowati says:

    maaf pak, mau tanya lagi nih…
    bagaimana kalau yang tidak tandatangan adalah ketua atau sekretaris, sementara anggota yang lainnya semua tandatangan di dokumen berita acara, apakah dokumen tersebut tetap sah atau menjadi tidak sah?
    terimakasih sebelumnya dan sesudahnya.

  21. oke foriyance says:

    pak saya mo bertanya tentang uang muka jasa konstruksi bangunan gedung..
    jika nilai kontraknya diatas i M berapa persen uang mukanya pak?? apakah ada peraturan nya atau SK menterinya? terima kasih banyak pak…

  22. @endah, sesuai Lampiran I Keppres 80/2003 Bab II, A, 1, h, 1 tertulis bahwa “BAHP ditandatangani oleh ketua dan semua anggota Pejabat / Panitia Pengadaan / Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit) atau sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota panitia.”
    Disana dapat ditarik kesimpulan bahwa sekurang-kurangnya jumlah panitia yang bertanda tangan hingga sebuah BA itu dinyatakan SAH adalah 2/3 dari total panitia.

  23. @oke, sesuai Perpres 54/2010, Besaran uang muka adalah maksimal 20% untuk kontrak tahun tunggal dan 15% dari total seluruh kontrak untuk jenis kontrak tahun jamak (Multiyears)

  24. oke foriyance says:

    terima kasih atas jawabannya pak….

    gmana kalo yg dibawah 1 M pak apakah jg 20%..
    bagaimana kalo sdh dicairkan 30% tp uang jaminannya jg sebesar 30%???terima kasih sebelumnya

  25. @oke, saya kutipkan Pasal 88 perpres 54/2010 ayat (2) dan (3) yah.

    2) Uang Muka dapat diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa dengan ketentuan sebagai berikut:
    a. untuk Usaha Kecil paling tinggi 30% (tiga puluh perseratus) dari nilai Kontrak Pengadaan Barang/Jasa; atau
    b. untuk usaha non kecil paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari nilai Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

    Jadi untuk lelang dibawah 2,5 M (Usaha Kecil menurut Perpre 54/2010), maka uang muka maksimal 30% dari nilai kontrak.

    Sedangkan nilai Jaminan uang muka menurut Perpres 54/2010 Pasal 69 Ayat (3) adalah “Besarnya Jaminan Uang Muka adalah senilai Uang Muka yang diterimanya.”

    Mudah-mudahan lebih jelas…

  26. rony says:

    trims jawabanya….
    menyambung pertanyaan sebelumnya…
    1. yang kami maksudkan adalah konsultan perencana kalo mengambil dari pagu anggaran kegiatan, berapa persen anggaranya??
    2. kalo untuk tenaga ahli atau aanwijzer apakah boleh mengambil dari pihak luar/swasta?
    3.pekerjaan yg kompleks itu seperti apa? kalo menurut bpk pekerjaan renovasi yang terdapat pek sipil, interior ruangan dan elektrcal itu bgmn?
    trims

  27. @rony

    1. setahu saya anggaran perencaanaan itu maksimal 5% dari total seluruh anggaran konstruksi. Mungkin rekan yang lain dapat menambahkan

    2. Untuk persyaratan tenaga ahli non PNS, saya kutip Perpres 54/2010 Pasal 17 Ayat (6), “Dalam hal Pengadaan Barang/Jasa bersifat khusus dan/atau memerlukan keahlian khusus, ULP/Pejabat Pengadaan dapat menggunakan tenaga ahli yang berasal dari pegawai negeri atau swasta.”

    3. Untuk pengertian pekerjaan kompleks, saya kutip Perpres 54/2010 Pasal 1 Ayat (36) yah “Pekerjaan Kompleks adalah pekerjaan yang memerlukan teknologi tinggi, mempunyai risiko tinggi, menggunakan peralatan yang didesain khusus dan/atau pekerjaan yang bernilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).” Renovasi itu bukan pekerjaan kompleks, kecuali nilainya di atas 100 M.

  28. oke foriyance says:

    terima kasih banget atas jawaban Bapak..
    saya sangat tertolong…karena di daerah saya hal ini msh jd perdebatan…sekali lg terima kasih…

  29. swakelola says:

    Malam Pak
    Mau tanya pak apakah ada ketentuan untuk lelang dengan nilai HPS 1.344.000.000 hanya boleh di ikuti oleh P.T saja kalo C.V Tidak bisa soalnya untuk lelang multy cast reciever di LPMP Sulawesi Utara ada satu persyaratan bahwa harus melampirkan surat pendaftaran perusahaan di DEPKUMHAM kan itu hanya untuk PT mohon pencerahaan pak

  30. @Swakelola, tidak ada satupun ketentuan dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 (saya masih menggunakan Keppres ini, karena kalau melihat pertanyaan Bapak, panitia masih menggunakan Keppres 80/2003), yang mempersyaratkan adanya Surat Pendaftaran Perusahaan di Depkumham.
    Yang wajib menurut Lampiran I Keppres 80/2003 Bab II, A, 1, b, 1, a adalah wajib memiliki Surat Ijin Usaha. Surat pendaftaran perusahaan bukanlah Surat Ijin Usaha sehingga perbuatan panitia dapat dianggap melanggar ketentuan Pasal 14 Ayat (6) dan (7) Keppres 80/2003.
    Silakan ditanyakan pada saat Aanwizjing agar dapat dihapuskan oleh panitia.
    Kalau panitia berkeras, silakan melakukan proses pengaduan dengan berkirim surat ke Inspektorat Jenderal Kemdiknas di Jakarta yang ditembuskan ke LKPP

  31. rony says:

    Tanya lagi ya pak…
    untuk Perpres 54/2010 mulai kapan berlakunnya?
    untuk sistem merit point kan menilai semua bobot dok teknis dan harga, apabila kami menentukan prosentase Teknis 40% dan Harga 60%, bagaimana cara perhitungan nilai untuk Harga, misalnya ;
    penawaran PT. A Rp. 550.000.000 PT.B Rp. 600.000.000 dan PT. C. Rp.700.000.000
    mohon pencerahanya pak.

  32. @rony, Pasal 136 Perpres 54/2010 menetapkan bahwa perpres tersebut berlaku sejak tanggal ditetapkan atau pada tanggal 6 Agustus 2010.
    Contoh perhitungan Harga:
    1. PT. A otomatis memperoleh nilai 40
    2. PT. B = 550/600 x 40 = 36,66
    3. PT. C = 550/700 x 40 = 31,42

    Tetapi hati2, Perpres 54/2010 sudah tidak membolehkan sistem Merit Point untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya, kecuali untuk pekerjaan kompleks. Kriteria pekerjaan kompleks bisa dilihat pada Pasal 1 Ayat 36 Perpres 54/2010

  33. Swakelola says:

    SeLamat Malam Pak
    Terimah kasih Pak atas penjelasannya
    Saya mohon pencerahan lagi pak
    apakah pekerjaan swakelola yang saya laksanakan tahun 2009 bisa dijadikan acuan untuk perhitungan kd pada proses tender saat ini pak

    terima kasih pak

  34. @swakelola, KD dihitung dari nilai kontrak sejenis yang pernah dikerjakan dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir. Bisa diambil dari kontrak pemerintah, atau sub kontrak, atau pekerjaan dari pihak swasta.

  35. Swakelola says:

    Thanks Pak nanya lagi yah pak

    Saya pada waktu tahun 2009 melaksanakan pekerjaan pengadaan alat TIK (Sub Bidang Alat teknik pendidikan) sebanyak 5 sekolah dengan nilai persekolah 90.000.000 MOU dengan sekolah lengkap pak
    apakah saya bisa mengikuti tender pada saat ini denagn nilai HPS 2.000.000.000

    terima kasih pak

  36. @swakelola, kalau menggunakan Perpres 54/2010, karena ketentuan KD untuk pengadaan barang sudah dihapus, maka boleh ikut.

    Tapi kalau menggunakan Keppres 80/2003, maka KD bapak adalah Rp. 90 Juta x 5 = Rp. 450 Juta atau jauh di bawah Rp. 2 M yang menjadi anggaran lelang.
    Jadi, perusahaan bapak dapat dinyatakan gugur pada tahapan kualifikasi

  37. Swakelola says:

    Pak Khalid bagaimana kita bisa mengetahui panitianya memakai kepres 80 atau perpres 54

    thanks

  38. @swakelola, kalau lelangnya dimulai bulan Agustus ke bawah, sudah pasti menggunakan Keppres 80/2003. Tetapi, saya yakin mereka pakai Keppres 80/2003, karena masih amat jarang yang menggunakan Perpres 54/2010 karena perpres ini baru ditandatangani 6 Agustus dan masih dalam tahap sosialisasi sampai sekarang.
    Secara resmi, Keppres 80/2003 juga baru dinyatakan tidak berlaku pada tanggal 1 Januari 2011

  39. Rulis says:

    Maaf pak mau nanya, bagaimana kalau CV. X yang menandatangani Penawaran si A (Direktur), setelah masa sanggah CV. X menyangga, surat sanggahan ditandatangani oleh si B ( Wakil Direktur I) tanpa ada surat kuasa dari si A, tetapi si A dan si B sama-sama ada dalam akte pendirian

  40. @Rulis, Pasal 27 Ayat (1) Keppres 80/2003 dan Pasal 81 Ayat (1) Perpres 54/2010 tidak menentukan siapa yang menandatangani surat sanggahan. Yang terpenting , yang menyanggaah itu adalah peserta pelelangan atau perusahaan yang mengikuti pelelangan. Berarti, disilakan siapapun penanadatangan surat tersebut harus mampu membuktikan bahwa dirinya dapat mewakili perusahaan penyanggah.

  41. ruri astuti wulandari says:

    Pak Khalid. Mohon penjelasan. apakah mempersyaratkan adanya tax clearance sebagai syarat kualifikasi bagi penyedia brg/jasa menyalahi aturan Kepres 30/2008? Namun berdsrkan Perdirjen Pajak No.69/PJ/2007 hal itu diperbolehkan. Terimakasih sebelumnya.

  42. @ruri, tax clearance memang tidak dikenal pada Keppres Nomor 80 Tahun 2003 (bukan keppres 30). Yang menjadi persyaratan kualifikasi adalah “Telah melunasi kewajiban pajak tahun terakhir (SPT/PPh) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 25 atau Pasal 21/Pasal 23 atau PPN sekurang-
    kurangnya 3 (tiga) bulan yang lalu”

    Jadi kalau ada yang meminta, maka itu sudah melanggar Keppres 80/2003 Pasal 14 Ayat (6). Perdirjen pajak status hukumnya lebih rendah dibandingkan Keppres 80/2003

    Tax Clearance sebagai pengganti Laporan Pajak Tahun terakhir dan laporan bulanan, baru dikenal pada Perpres 54/2010. Panitia diminta memilih, apakah meminta laporan pajak, atau tax clearance, tidak boleh meminta keduanya.

  43. ruri astuti wulandari says:

    Terimakasih atas penjelasannya pak… y pak, saya td salah tulis, maksudnya keppres no.80/2003.
    Satu lagi, bolehkah melakukan amandement kontrak dengan menambah volume pekerjaan dan nilai kontrak sebesar 10% dari nilai kontrak awal?
    Terimakasih sangat. Bapak amat sangat membantu kami. Hanya Allah yg bisa membalas kebaikan bapak 🙂

  44. @ruri, kalau merujuk kepada Perpres 54/2010, pekerjaan tambah kurang hanya dibolehkan untuk Kontrak Harga Satuan

  45. teddy says:

    mas mau tanya,pada APBD perubahan instansi kami mendapat alokasi dana asuransi kesehatan bagi anggota dprd sebesar 200 jt untuk pertanggungan selama 1 tahun,yang jadi masalah pelalangan akan dilaksanakan pada bulan nopember 2010 yang berarti masa pertanggungan s/d oktober 2011,Apakah waktu pelaksanaan pekerjaan yang melewati tahun anggaran tsb tidak menyalahi kepres,apakah kontrak semacam ini yang disebut kontrak tahun jamak ?,dan mohon petunjuk dalam pelaksanaan serta contoh kontrak dimaksud,terimakasih

  46. @teddy, silakan menggunakan kontrak tahun jamak pak. Untuk pelaksnaannya, anggaran harus disetujui terlebih dahulu oleh kepala daerah. Sedangkan contoh kontraknya sih sederhana, hanya dengan menuliskan bahwa waktu pelaksanaan pekerjaan sampai oktober 2011 dan pembayaran akan dilaksanakan melewati tahun anggaran

  47. Alek says:

    Pak Khalid saya mau nanya, dikantor kami ada keg. pelatihan menggunakan jasa hotel dan katering, ternyata pada saat pelaksanaan jumlah yang peserta yang datang tidak sesuai dengan surat pesanan atau SPK bagaimana mengatasi hal tersebut. apakah ada addendum untuk SPK? bagaimana cara agar kami membayarnya sesuai dengan jumlah peserta/kamar yg terpakai bukan berdasarkan surat pesanan atau SPK

  48. adi apriyan says:

    ass. salam kenal pak
    saya dari perguruan tinggi swasta, mendapatkan bantuan dari pemerintah propinsi bernilai 1 milyar, yang di direalisasikan bulan nopember 2010 oleh bagian keuangan, adapun pertanyaan saya :
    1. Apakah dengan pencairan di bulan nopember masih dapat dilaksanakan ?
    2. Ada pembelian laptop seharga 90 jt, apakah dengan waktu yg singkat ini boleh melakukan PL ?
    3. Dalam komponen tersebut dimasukan operasional kantor (pln, speedy, telepon)-apakah benar?
    4. Ada juga bantuan Beasiswa untuk dosen ke jenjang S-2 (karena tahun 2012 dosen harus S-2) sebesar 450 juta untuk 9 orang, apakah dilakukan secara swakelola atau PL ?

  49. adi apriyan says:

    lg, saya mau nanya — aturan yg digunakan untuk pengadaan masih Perpres 80 kah atau PP 54/2010 ?

  50. Permadi says:

    MAs, mau nanya ni… beda siup menengah ma siup kecil apa ya???
    batasannya apa? dan apakah kl punya siup menengah tidak boleh ikut lelang yang kecil2?
    mohon arahannya… terima kasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.