Salah satu anjuran yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa akhir-akhir ini adalah anjuran untuk melakukan migrasi dari Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) Versi 3 menjadi SPSE Versi 4.
Salah satu keunggulan SPSE Versi 4 dibandingkan dengan SPSE Versi 3 adalah pembuatan dokumen pemilihan tidak lagi dilakukan oleh Pokja ULP, melainkan langsung terintegrasi dalam sistem sehingga dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam penyusunan Dokumen Pengadaan oleh Pokja.
Namun, pengalaman penulis setelah berdiskusi dengan beberapa Pokja ULP, penyedia barang/jasa yang ikut pada LPSE yang sudah menerapkan SPSE versi 4, serta terjun langsung menjadi penyedia pada SPSE yang sudah menerapkan Versi 4, justru versi ini menyimpan beberapa permasalahan yang bisa menjadi “bom waktu” apabila tidak diperbaiki lebih lanjut.
Keunggulan SPSE Versi 4 yang sudah menyediakan standar dokumen melalui sistem, justru menjadi bumerang dan sumber masalah bagi Pokja ULP yang menggunakannya.
Seperti yang kita ketahui bersama, berdasarkan Pasal 17 Ayat 2 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, salah satu tugas dan kewenangan Pokja ULP adalah menetapkan Dokumen Pengadaan.
Berdasarkan Pasal 1 Ayat 21 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Dokumen Pengadaan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja ULP yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam proses Pengadaan Barang/Jasa.
Berdasarkan ketentuan Pasal 64 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Dokumen Pengadaan terdiri atas Dokumen Kualifikasi dan Dokumen Pemilihan.
Dokumen Pemilihan itu sendiri terdiri atas:
- Undangan/Pengumuman kepada calon Penyedia Barang/Jasa;
- Instruksi Kepada Peserta Pengadaan Barang/Jasa;
- Syarat-Syarat Umum Kontrak;
- Syarat-Syarat Khusus Kontrak;
- Daftar Kuantitas dan Harga;
- Spesifikasi Teknis, KAK, dan/atau gambar;
- Bentuk Surat Penawaran;
- Rancangan Kontrak;
- Bentuk Jaminan; dan
- Contoh-contoh Formulir yang perlu diisi.
Khusus Standar Dokumen Pengadaan yang ditetapkan oleh LKPP, terdapat tambahan Lembar Data Pemilihan (LDP).
Nah, disinilai mulai terjadi masalah apabila menggunakan SPSE Versi 4.
Standar Dokumen Pengadaan untuk SPSE Versi 3 telah disiapkan oleh LKPP untuk dapat diedit dan disesuaikan oleh Pokja ULP. Hal ini tentu sejalan dengan ketentuan Pasal 17 Perpres, yaitu agar Pokja ULP dapat menyesuaikan Dokumen Pengadaan dengan Proses Pelelangan yang akan dilaksanakan. Karena dokumen pengadaan tersebut masih bersifat umum/generik.
Dokumen pengadaan pada SPSE Versi 4, khususnya pada bagian IKP sudah tercantum dalam sistem dan tidak dapat diubah sama sekali, sehingga tidak memberikan ruang kepada pokja untuk menyesuaikan berdasarkan dokumen itu sendiri.
Lembar Data Pemilihan yang tersedia juga tidak menggambarkan urutan dari IKP dan terkesan berdiri sendiri.
Tulisan ini hanya fokus terhadap permasalahan yang terdapat pada Instruksi Kepada Peserta (IKP).
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Instruksi berarti perintah, arahan, petunjuk, pelajaran.
Hal ini berarti bahwa setiap kalimat yang tercantum pada IKP, merupakan petunjuk bagi para pihak yang terkait dengan proses pemilihan penyedia.
Hal ini juga berarti, bahwa IKP harus tegas dan tidak boleh ambigu dalam setiap kalimatnya.
Namun, apa yang terjadi dengan IKP pada SPSE Versi 4?
Memungkinkan “Supermen” atau murid dari “Naruto” menjadi peserta pemilihan
Coba lihat kalimat pada butir 3.1
“Pelelangan Umum ini terbuka dan dapat diikuti oleh semua peserta yang berbentuk badan usaha, Kemitraan/KSO, atau peserta perorangan yang memenuhi kualifikasi.”
Kalimat ini merupakan kalimat yang bertujuan untuk menegaskan siapa saja yang berhak menjadi peserta pelelangan. Peserta pelelangan dipilih berdasarkan sifat pekerjaan dan tentu saja memperhitungkan kualifikasi penyedia yang akan melaksanakan pekerjaan.
Nah, apabila pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan pembangunan jalan senilai 5 Milyar Rupiah, apakah masuk akal dikerjakan oleh penyedia perorangan?
Mungkin bisa apabila calon penyedianya adalah Supermen atau murid dari Naruto yang menguasai ilmu Kagebunshin No Jutsu.
Seharusnya hal ini diedit oleh Pokja ULP dengan menghapus kalimat yang tidak sesuai pada IKP atau diberikan pilihan pada LDP, misalnya dengan kalimat:
3.1 Peserta Pelelangan: Badan Usaha, Kemitraan/KSO, Perorangan (Hapus yang tidak sesuai)
Namun, pilihan ini tidak tersedia pada LDP, sehingga Pokja ULP terpaksa “pasrah” dengan pilihan sistem ini.
Menjadikan Pokja ULP menjadi kumpulan orang-orang “galau”
Coba lihat pada gambar di atas. Semua persyaratan tersebut apakah dipersyaratkan atau tidak sih?
Apalagi tidak jelas pada LDP mengenai apa saja yang menjadi bagian dari dokumen penawaran.
Evaluasi Penawaran Sudah Menjadi 4
Rupanya sekarang evaluasi penawaran bukan 3 saja (Administrasi, Teknis, dan Harga), melainkan juga sudah digabung dengan Evaluasi Kualifikasi.
Nah, saat tahap evaluasi kualifikasi itu sendiri, apa yang dievaluasi yah?
Evaluasi Administrasi yang Tidak Jelas
Lihat pada kalimat “Syarat-syarat substansial yang diminta berdasarkan Dokumen Pengadaan ini dipenuhi/dilengkapi.”
Apa yang dimaksud dengan “Syarat-syarat substansial” itu? Tidak ada satupun kalimat yang menjelaskan hal tersebut pada dokumen, sedangkan hal ini menjadi ketentuan dalam evaluasi administrasi serta dapat menggugurkan.
Penulis cuman mengingatkan ketentuan Pasal 81 Ayat 1 Huruf b Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Penjelasannya, yaitu salah satu kriteria adanya Rekayasa yang mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat adalah kriteria penilaian evaluasi yang tidak rinci (detail) sehingga dapat mengakibatkan penilaian yang tidak adil dan transparan.
Kemudian pada klausul pemenuhan persyaratan pada surat penawaran juga terlihat sama sekali tidak profesional, yaitu surat penawaran memenuhi ketentuan jangka waktu berlakunya tidak kurang dari waktu sebagaimana tercantum dalam LDP, dan… ?
Trus dan apa???
Dan…dut?
Setelah Evaluasi Teknis, rupanya lanjut Evaluasi Kualifikasi
Lihat sendiri kalimat pada Nomor 9….
Bahkan saking pentingnya, diulangi di Nomor 11…
Klausul Ketidakwajaran yang Tidak Wajar
Klausul ini sudah memakan korban pada salah satu daerah di Indonesia.
Apabila terjadi harga yang tidak wajar, karena beberapa penyedia memiliki prinsip banting harga dan yang penting menang dulu, pelaksanaan urusan belakang, apa yang dapat dilakukan oleh Pokja?
Kalau dilihat dari kalimat pada IKP tersebut, tidak ada sama sekali klausul bahwa harga yang tidak wajar dapat digugurkan. Bahkan hanya diwajibkan penyedia untuk bersedia menaikkan jaminan pelaksanaan menjadi 5% dari HPS.
Nah, kalau PPK menolak mengeluarkan SPPBJ dengan alasan bahwa harga yang diajukan oleh Penyedia adalah harga yang tidak wajar, apa yang dapat dilakukan? Kalaupun harus Evaluasi ulang, klausul evaluasinya tetap tidak membolehkan menggugurkan penyedia dengan alasan harga yang tidak wajar.
Ini berarti mengorbankan PPK dan mengorbankan kualitas pekerjaan.
Apa gunanya klarifikasi kalau hasilnya tetap wajib diterima?
Sudah cukup 6 alasan dulu deh menunjukkan bahwa SPSE ini belum layak digunakan. Karena kalau dilanjutkan, bisa lebih banyak lagi, termasuk klausul pada Syarat-Syarat Umum Kontrak yang masih bertentangan dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015.
Saran saya bagi Pokja ULP, tunda menggunakan SPSE Versi 4 hingga semua permasalahan dalam dokumen pengadaan ini telah diperbaiki oleh LKPP, karena tanggung jawab dalam pelaksanaan pemilihan dan evaluasinya ada pada Pokja ULP, bukan pada LKPP.
Tetap gunakan Versi 3.6 dengan mengunggah Dokumen Pengadaan yang telah di edit dan disesuaikan dengan sifat pekerjaan tanpa mengulangi kesalahan-kesalahan seperti di atas.
Semoga permasalahan ini dapat segera diselesaikan oleh LKPP pada Versi SPSE berikutnya, sehingga tujuan dari penggunan SPSE dapat terpenuhi.
1.000% sepakat TITIK
Wahh…bagaimana dengan lelang yg sdh terlanjur dengan versi 4 pak…?
Yah..begitulah LKPP, regulasi dan aplikasi yg sering tidak matang dan tidak sebangun, menjadi momok yg bisa menjebak dan menimbulkan “korban” di daerah ??
@Rahfan Mokoginta, ditunggu ulasannya juga pak 🙂
@Malvi Hendri, semoga gak ada masalah di kemudian hari 🙂
@Achmadef, semoga jadi bahan utk perbaikan ke depan
Saran saya gunakanlah versi yg dpt d pertanggungjawabkan…titik
Saya menjadi salah satu korban SPSE versi 4 pak… Dalam lelang, ada 5 penawaran yg masuk, saya pada posisi urutan kedua. Krn alasan SPSE versi 4 mengalami trouble, mk ada perubahan jadwal sampai 6 kali. Lelang yg pemasukan terakhirnya tgl 19 Juni 2017, baru dilakukan klaririkasi dan pengumuman pemenang pada tgl 19 Juli 2017. Kami ditunjuk sbg pemenang kedua, dan sbg pemenang adalah urutan pertama.. Kenapa hal itu merugikan kami…? Ada beberapa hal yg merugikan kami, yaitu :
1. Pemenang 1 SBU dan IUJK-nya mati pada saat dilakukan pembuktian kualifikasi (pada saat upload masih berlaku). Pemenang 1 baru bisa memperpanjang SBU dan IUJK pada saat penandatanganan kontrak. Bisakah demikian…?
2. Dg SPSE versi 4 memungkinkan setiap peserta lelang mengetahui dokumen n data kualifikasi yg diupload peserta lain. Pada saat kami melihat dokumen pemenang, kami melihat bahwa pemenang, meng-upload pengalaman kerja yg telah kadaluwarsa yaitu pengalaman yg sudah lebih dr 4 tahun. Pdhal pemenang adalah BUKAN PERUSAHAAN BARU yg berdiri lebih dr 3 tahun.
Permasalahan2 tersebut sudah kami sampaikan kepada PPK, tetapi PPK tetap mengacu pada keputusan yg telah dibuat oleh Pokja. PPK akhirnya membuat SPPBJ dan melanjutkan menandatangani kontrak. BENARKAH keputusan yg diambil oleh Pokja dan PPK…?
Secara aturan apakah ada aturan yg mewajibkan pokja di kab/kota utk memakai versi 4 pa khalid, takutnya ada arahan atau edaran yg pokja tidak tau terkait penggunaan versi 4
@Mahrian, secara aturan…yang wajib itu adalah menggunakan pengadaan secara elektronik. Jadi selama SPSE 4 belum diperbaiki, gunakan saja SPSE Versi 3.6 yg memang masih berfungsi dan banyak digunakan saat ini
Apabila ada perbedaan antara pokja dengab PPK, masalah itu dibawa tingkat PA/KPA…
keputusan PA/KPA adalah FINAL
Itu kan untuk versi panitia..kami sebagai rekanan khususnya dipapua sangat setuju dan mrasa trbantu dgn versi 4.. sangat mudah tidak ribet.. dulu upload data banyak disusun dlm 1 file.. mrepotkan.. skrg simple
Saya sependapat dgn Sdr Willy, mengingat masih sangat banyak Pokja ULP yang melakukan kecurangan dalam pelaksanaan barang jasa pemerintah, salah satu Beberapa hal yang dituangkan dalam IKP, namun tidak dituangkan dalam LDP maupun LDK, sementara IKP, hanyalah merupakan Instruksi, karena yang menjadi acuan Pokja dalam pelaksanaan Evaluasi adalah LDP dan LDK, ketika Instruksi tdk tertuang dalam LDP maupun LDK, dan itu yang dijadikan alasan pengguran penawaran oleh Pokja, maka dapat ditafsirkan Pokja melakukan kecurangan.
mantaps…pemilihan kata lebih teliti,tapi salut perkembangan teknologi oleh LKPP.
Kami setuju dengan SPSE .4 karena di Papua Barat Pokja ULP menyusun dokumen sesuka hati bahkan lebih sulit dari Dokumen Lelang Kementrian PU yang nilainya belasan sampai puluhan milyar. Contohnya paket yang nilaimya hanya ratusan juta untuk usaha kecil Pokja ULP meminta persyaratan Neraca harus diaudit Angkutan Publik; Membuat Surat Keterangan Tidak Bermasalah dengan pengadilan yang dikeluarkan oleh pengadilan; Membuat Analisa Cas Flow; Membuat Network Planing dan persyaratan lainnya yang kesannya sulit dipenuhi karena waktu pelelangan yang singkat kecuali sebelum pengumuman lelang dibuat peserta lelang sudah menyiapkannya terlebih dahulu Artinya tercium aroma ada pengaturan antara Pokja ULP dan Penyedia. Hal ini dapat dilihat dalam banyak pelelangan yang mengirim dokumen lelang hanya 1 penyedia Jasa saja yang kemudian ditetapkan sebagai pemenang. Jadi saran kami perlu adanya Dokumen atau Pedoman khusus penyusunan Dokumen Pengadaan mengenai apa yang dapat disyaratkan untuk setiap jenis pekerjaan termasuk Jumlah dan Klasifikasi tenaga teknis. Karena di Papua Barat Pokja dapat meminta Ijazah S1 tetapi sertifikat keahliannya SKT. Makanya perlu standart Dokumen Lelang yang jelas dan ketentuan yang jelas mengenai perlu tidaknya Analisa Cas Flow’ Network Planing dan Neraca yang harus mendapat pengesahan Akuntan Publik dibuat dalam Dokumen Pengadaan.
‘sehingga tidak ada ruang
Artikel yang sangat membantu saya dan mengerti tentang SPSE 4, Yang jadi pertanyaan apakah masih ada superman sama naruto nggarap project ya pak ? artikelnya jadi gak ngantuk .. hehehe .. bagus narasi ceritanya dan bersifat kritik membangun .. mantabb
SPSE versi 4 berkaitan dengan lelang cepat pak. hal ini spt pada tahun 2017 yg lalu pada dana apbn-p kami menggunakan aplikasi versi 4. alhasil dalam perjalanan kami jg mendapat masalah karena BA yang sudah dibuat secara otomatis dibuat oleh sistem sehingga kami tdk bisa melakukan koreksi/perbaikan.
mestinya senelu, menggunakan versi 4, terlebih dahulu atau harus berjalan bersamaan dengan perubaan regulasi mengenai pengadaan barang jasa., yang disesuaikan dengan versi 4.
Artikelnya bagus, untuk diingat Kata pak agus raharjo (eks ka. LkPP, skrg ketua KPK), potensi terbesar tindak KKN, out pada proses pengadaan barang/jasa, apalagi dgn mekanisme elwktronik sepwrti saat ini, oknum2 semakin leluasa tuh..Sngkat kata, intinya kalo Penyelenggara Tender Masih sayang keluarga yg di sayangi..berlaku jujur lah..Lihat tuh KPK..semakin gila..soalnya bosnya mantan ket. LKPP jd tahu, kalo sarangnya korupsi di proses tender proyek..hahahaha…
apakah sampai dengan saat ini (7 April 2018) sudah ada perbaikan dari LKPP atau belum ?
Saya sangat mendukung aplikasi SPSE V.4 karena pada aplikasi yang lama kebanyakan POKJA menyusun dokumen lelang tidak merujuk pada pepres yang berlaku alias suka-suka apalagi kalau sudah ada pemenang sebelum tender hehehehe. Jika ada kekurangan pada aplikasi SPSE V.4 maka saya harap dapat diperbaiki agar dapat lebih baik lagi.
saya awam dgn spse 4……apa keuntungannya buat kita para kontraktor?, apakah memang betul pokja sdh tidak bisa lg membuat persyratan yang tdk masuk akal?..contohnya paket 250 juta,,,tp minta peralatan dari exavator, loader, buldozer, alat bisa sampai 10 jenis dan personil bisa smp 10 orang?
tolong dong pak khalid….mohon pencerahannya…….trims
bagaimana cara melihat kembali penawaran teknis yang telah dikirim,mengingat spse 4 dan spse 3.6 beda bedanya kalau spse 4 hanya struk sebagai bukti telah terkirim penawaran sedangkan kalau spse 3.6 bisa dicek lagi penawaran yang telah terkirim
salah 1 (satu) praktek kecurangan yang dilakukan oleh OKNUM POKJA (ULP) adalah REVISI / MERUBAH JADWAL PENGADAAN dengan alasan yang tidak mendasar..! untuk tujuan mengulur waktu sampai “SANG JAGOAN” benar-benar siap segala dokumen..! mohon perhatian LKPP.
Terimakasih Pak Khalid Mustafa.
Kalau menurut saya mau SPSE Versi 3.6 ataupun SPSE Versi 4 sama saja kalau penentuan pemenangnya sudah duluan ditentukan. Kalau Pokja atau ULP mau melakukan kejujuran dalam bekerja kuncinya PENAWARAN YANG TERBAIK harus dimenangkan tanpa melihat Amplop. Tapi kalau masih melihat Amplop atau Perusahaan yang sudah diarahkan sebagai PEMENANG tidak ada arti SPSE Versi 3.6 atau SPSE Versi 4.
” JUJUR ” Kunci dalam bekerja maka Korupsi / Nepotisme tidak akan ada
Manusia memang tidak ada yang sempurna yang penting kita mau berusaha……
Terimakasih…………
Dalam lelang di kab. Biak menggunakan SPSE. 4. Dalam harga kami urutan terendah. Hanya karena salah ketik nomor dan tanggal bukti setoran pajak tahunan kami digugurkan setelah pembuktian kualifikasi. Sementara yg kami upload dalam lampiran dokumen kualifikasi sesuai dgn bukti asli yg kami tunjukan. Apakah ada wajar Pokja menggugurkan? Apa gunakan pembuktian kuafikasi?
Versi 3.6 dan versi 4 sebenarnya tidak pengaruh, yang pengaruh itu peraturannya (Pepres dan peraturan yang mendukung lpse). Intinya kembali k Instansi masing-masing yang punya paket, kalau mau jujur Versi 3.6 dan 4 tidak pengaruh. Hanya saja kenapa ada istilah penawaran rendah yang jadi pemenang? kenapa tidak ada kewajaran harga sehingga rekanan tidak saling menjatuhkan penawaran. Hal ini biasanya untuk instansi yang jujur saja..he..he.. tetapi apa jadinya penawaran terendah dengan penawaran 65-75% pekerjaan konstruksi? Demi terendah kualitas pekerjaan dipertaruhkan. Kalau instansi tetangga mah penawaran no 15 juga bisa pemenang, wajarlah kekuatan uang di negara tercinta, KKN belum bisa dihapuskan sekalipun lelang versi 4. Karena Versi 4 juga masih bisa memasukkan syarat tambahan. 7 tahun bekerja di dunia perkontraktoran, bayak hal yang saya pelajari termasuk cara kerja suatu Instansi.
Wah…mantep nih mas khalid, pembahasan SPSE versi 4 lengkap banget…tapi perbedaan yang paling mendasar dengan spse versi 3.6 itu dimananya ya mas??
Mas saya mau tanya kalau spse versi 4 apakah masih bisa kita lihat lihat lagi data kelengkapan dokumen penawaran adminstrasi teknis yg telah terkirim, terima kasih
Maaf tanya apakah boleh menyebutkan klausul Pengalaman Pekerjaan dalam spesifikasi teknis, misalnya untuk pengadaan barang/jasa/kostruksi yang bersifat khusus.
Maaf ingin bertanya apakah perusahaan yang sdh berdiri 4 tahun pada saat mengikuti tender pada aplikasi versi 4.3 harus menghitung pengalaman dikali 3
Pada spse 4 yg baru rekanan diminta mengisi semua item pekerjaan. Sementara dokumen INI sdh di minta dlm bentuk PDF.
Apakah INI efisien ???
kepada bapak Khalid,
saya ingin menanyakan :
1. apakah surat tanda pendaftaran sebagau distributor barang produksi luar negeri kalau sudah habis masa berlaku nya tetap bisa di upload dalam dokumen penawaran ( tidak menggugurkan ?, walaupun besok pada saat pembuktian kualifikasi penyedia bisa menunjukkan yang masih berlaku);
2. apakah ISO yang habis masa berlaku nya juga bisa di upload dalam dokumen penawaran ( tidak menggugurkan?walaupun besok pada saat pembuktian kualifikasi penyedia bisa menunjukkan yang masih berlaku);
terima kasih
sebaiknya LKPP dalam menyikapi hal ini haruslah serius…karena sudah banyak korban.
memang benar semua berjalan dengan sistem,akan tetapi hal ini masih saja ada celah Pokja untuk berbuat curang. cobalah dibuat transparan waktu saat tahap evaluasi administrasi maupun teknis, contoh kasus yang saya alami saya membuat 2 penawaran untuk 2 Perusahaan pada paket yang berbeda sebut saja paket A dan Paket B upload dokumen pun saya pake laptop yang sama dan cara upload pun tak berbeda administrasinya pun hanya beda nama perusahaan dan data kualifikasinya. yang anehnya administrasi/penawaran pada paket A bisa lulus Evaluasi ko, di Paket B tidak lulus padahal keduanya dengan nilai terendan atau rangking 1 itu kira kira mainnya dimana..????
batas masa berlaku dokumen adalah berdasarkan tgl pemasukan penawaran,jadi klo ada dokumen mati pada saat klarifikasi itu tdk bsa d gugurkan……kenapa?
klo panitia lelang mau main2bsa saja mengundur jadwal lelang klarifikasi jika yg mauvd gugurkan d pastikan tgl kadaluarsa mendekati …….
budaya copy paste sudah menjadi tradisi,kita sebagai penyedia terkadang dibuat bingung , mohon lkpp kaji ulang, hingga menciptakan lelang ataupun tender yang bersih dan transparan,mksh
persyaratan tender sekarang makin ribet walaupun itu untuk pekerjaan sederhana dan di ikuti oleh usaha kecil ,, sekarang persyaratan tender cenderung tambah rumit banyak jebakan betmentya ,,,,,persyaratan ke arah di sederhanakan hanya di perpres 70 apapun aplikasinya versi berapapun kalau niatnya di bikin ribet yah bakalan ribet, ujungnya banyak penyedia potensial yang beguguran .kena jebakan betmen
apakah pokja bisa mencatum tahun alat setiap tender…, bagaimana kami perusahaan kecil harus memiliki alat yang di tentukan tahunnya contoh memliki/ sewa ecavator min tahun 2019 itu sedangkan para penyedia mampu kadang memiliki alat di bawah tahun 2016 itu pun masih dalam kondsi baik terkesan pokja mengarahkan ke salah satu pemeneng.
Iya pak Khalid, ini ada pertanyaaan sedikit jaminan penawaran yang seharusnya berada di penawaran administrasi dan kita masukan ke penawaran harga. Apakah bisa menggugurkan? Bingungnya rekanan buat melampirkan file yang diminta
Trima kasih Pak Khalid …
tahapan lelang mau pake versi apa aja hasilnya tetap sama.
kalau kita tidak kenal pokja, tidak kenal panitia lelang, tidak kenal BP2JK, sampai kapanpun kita gak bakalan memenangkan paket pekerjaan, itu semua sudah menjadi rahasia umum di NKRI.