Surat Keterangan Bebas Temuan yang jadi Temuan

Coba dilihat 2 kalimat terakhir pada persyaratan kualifikasi di atas.

Persyaratan ini sering saya temui apabila membuka beberapa lpse di Sulawesi Selatan. Entah darimana ide yang mengihami persyaratan tersebut sehingga menjadi hal yang “lumrah” pada beberapa ULP disana.

Saya pernah bertanya kepada rekan yang menjadi Pokja, alasan menampilkan persyaratan tersebut adalah kekhawatiran beberapa penyedia yang dalam melaksanakan pekerjaan menghasilkan temuan dari Auditor namun belum terselesaikan. Kemudian penyedia ini mendaftar lelang lagi dan dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya sehingga menjadi temuan berulang.

Jawaban saya sederhana, apabila penyedia ini tidak menyelesaikan pekerjaan atau cidera janji, maka sudah ada jalan keluar yang diberikan oleh Perpres 54/2010 dan perubahannya yaitu melalui mekanisme pemutusan kontrak dan pengenaan sanksi daftar hitam, bukan dengan menambah-nambah persyaratan yang tidak ada dalam Perpres.

Berdasarkan Pasal 56 Ayat 10 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Pokja ULP dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang betujuan diskriminatif serta diluar yang telah ditetapkan dalam ketentuan Perpres.

Persyaratan surat rekomendasi bebas temuan tidak ada dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010. Juga tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang memuat persyaratan ijin usaha bagi penyedia barang/jasa. Karena tidak memiliki dasar hukum, maka banyak daerah yang tidak mengenal istilah rekomendasi bebas temuan seperti yang diminta dalam persyaratan ini.

Walaupun dalam persyaratan tertulis “rekomendasi bebas temuan dari daerah asal,” namun karena daerah asal tidak mengenal persyaratan ini, maka tentu saja penyedia tidak akan mampu memenuhi persyaratan tersebut.

Sudah jelas bahwa persyaratan ini bersifat diskriminatif serta hanya dapat dipenuhi oleh penyedia yang berada pada daerah itu saja atau daerah-daerah yang mengeluarkan surat rekomendasi namun tidak memiliki dasar hukum.

Apabila jawaban pokja bahwa ketentuan ini diatur melalui peraturan kepala daerah atau bahkan peraturan daerah, saya hanya mengingatkan bahwa berdasarkan Pasal 129 Ayat 4 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Pengaturan pengadaan barang/jasa yang dibiayai APBD, apabila ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah/Keputusan Kepala Daerah/Pimpinan Institusi Pengguna APBD, harus tetap berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden.

Terakhir, saya hanya mengingatkan bahwa beberapa prinsip pengadaan yang harus dijunjung tinggi adalah Terbuka, Bersaing, Adil/Tidak Diskriminatif, serta Akuntabel. Persyaratan ini secara jelas dan tegas telah bertentangan dengan prinsip-prinsip pengadaan tersebut.

This entry was posted in Pengadaan Barang/Jasa and tagged , , , . Bookmark the permalink.

6 Responses to Surat Keterangan Bebas Temuan yang jadi Temuan

  1. Nah masalahnya itu Pak, kadang aturan2 di daerah sering bertentangan dg aturan di atasnya.. begitu juga peraturan menteri keuangan yang kadang2 “membuat” aturan PBJ jadi “tidak efisien”

    Contoh: kalo mau jujur beli Laptop di toko2 kecil yang tanpa pajak kan pasti lebih murah daripada beli ke toko yang “pakai pajak” – lah pajaknya aja 10 persen dari harga yang ada dilabel —

    Kalo nekat beli yang tidak ada pajaknya – pasti bagian keuangan di kantor gak mau membayar…

    Bagaimana menurut bapak

  2. Khusus pajak, saat ini sedang disusun harmonisasi antara aturan keuangan dengan aturan pengadaan.
    Semoga tidak lagi menjadi masalah apabila sudah selesai

  3. hasiru says:

    “mungkin” ini disebabkan info pemutusan kontrak dan daftar hitam tidak dipublikasikan melalui sistem oleh daerah setempat…

  4. Medan says:

    Pak Khalid : “Jawaban saya sederhana, apabila penyedia ini tidak menyelesaikan pekerjaan atau cidera janji, maka sudah ada jalan keluar yang diberikan oleh Perpres 54/2010 dan perubahannya yaitu melalui mekanisme pemutusan kontrak dan pengenaan sanksi daftar hitam, bukan dengan menambah-nambah persyaratan yang tidak ada dalam Perpres.
    Apakah pak khalid belum menyadari bahwa solusi untuk pencantuman dalam daftar hitam saat ini sungguh sangat dipersulit dengan adanya Perka LKPP No. 18 tahun 2014?
    Bagaimana dilemanya menjadi anggota pokja? disatu sisi kita disuruh harus taat peraturan, di sisi yang lain kita harus sesegera mungkin untuk mengeksekusi penyerapan anggaran sesegera mungkin dengan mendapat penyedia yang baik, tetapi pada pelaksanaannya penyedia2 yang abal2 terus eksis dan menghambat penyerapan anggaran dan pembangunan.

  5. Ir. Abu Tohir Harahap says:

    PAK KHALID saya mingin konsultasi dengan Bapak tentang pemutusan kontrak

  6. Didit Probo Santoso says:

    Terkadang di suatu pokja mensyaratkan LDP dan LDK yang bermacam-macam, contoh utk Kab. Blitar LDP Mensyaratkan Pengalaman Kerja Personil Minimal 7 Tahun dan bukti pengalaman kerja di upload, sebagai bukti pengalaman kerja personil kami melampirkan beberapa Surat Keterangan Pengalaman kerja sebagai bentuk perwakilan pengalaman selama 7 tahun, tetapi pokja menghendaki bukti pengalaman tersebut per tahun harus melampirkan surat ketrangan pengalaman kerja, jika kami hanya mengupload 2 surat keterangan pengalaman kerja personil dengan tahun yang berbeda, dan saat klarifikasi kami mampu utk menunjukkan apa yang di kehendaki pokja 7 surat keterangan pengalaman kerja personil dengan tahun yang berbeda, apakah penawaran kami dapat di gugurkan? Trima Kasih Mohon Segera di Jawab

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.