Laskar Pelangi – The Phenomenon (resensi buku)

Setelah membaca 3 buku dari tetralogi Laskar Pelangi, dan pada tanggal 25 September yang lalu bela-belain antri untuk nonton Film Laskar Pelangi (resensinya dapat dibaca disini), kemarin saat jalan-jalan di Gramedia Panakkukang Plaza Makassar, saya tertarik dengan sebuah buku dengan judl Laskar Pelangi – The Phenomenon, yang dikarang oleh Asrori S. Karni.

Kalau buku laskar pelangi bercerita mengenai si Ikal (Andrea) dan petualangannya, maka buku ini menceritakan lebih jauh mengenai akibat dari buku Laskar Pelangi terhadap beberapa pembacanya. Selain itu, juga menceritakan informasi tambahan mengenai tokoh-tokoh Laskar Pelangi, utamanya tentang bu Mus yang luar biasa.

Dari buku ini, salahs atu kisah yang membuat saya amat tersentuh, adalah kisah kepercayaan Bu Mus terhadap anak didiknya, dan juga kepercayaan anak didiknya yang luar biasa kepada pengabdian Bu Mus.

Saya kutip langsung dari bukunya sebuah kisah yang ditulis pada Halaman 19:

Pikiran Andrea lantas melayang ke pengalaman paling membekas ketika kelas 3 SD, pertengahan 1970-an. Pagi itu, ia bersama sepuluh teman sekelasnya sudah berada di ruang kelas. Pukul 06.00 mereka memang biasa kompak sudah bersiap belajar di kelas. Tiba-tiba hujan turun amat deras. Petir menyambar-nyambar.

Kelas berdinding papan bolong-bolong dan beratap seng, yang juga bolong di bagian tengah itu, basah dan becek, akibat air hujan yang bebas berhamburan masuk kelas. Andrea dan temannya yang masih kecil itu ketakutan dan berusaha menepi, menghindari atap bocor. Sementara Bu Muslimah belum hadir.

Anak-anak itu yakin, Bu Muslimah pasti hadir, meski terlambat. Karena itu mereka tetap bertahan di kelas. Bu Mus bukan tipe guru yang gampang bolos, apalagi hanya sekedar terhadang hujan. Spirit mendidiknya yang kuat mampu menerobos hadangan hujan yang lebat.

Usia Bu Mus saat itu belum mencapai 20 tahun, tapi ia tidak seperti gaya hidup remaja seusianya di banyak tempat lain, yang menghabiskan waktu bersenang-senang, lalu lalang mejeng di jalanan, atau pacaran di pinggiran taman, seperti muda-mudi Belitong saat ini.

Dan betul saja. Beberapa saat kemudian, mereka menyaksikan Bu Muslimah datang, berjalan di bawah guyuran derasnya hujan. Yang paling berkesan bagi Andrea, Bu Mus datang berpayungkan daun pisang. Itulah Bu Mus. Tak ada payung, daun pisang pun jadi.

Ia tak pernah mengeluh hanya karena fasilitas terbatas. Jangankan hanya soal payung, dengan bangunan kelas yang hampir roboh dan gaji pas-pasan, tak membuat semangat Bu Mus surut, untuk mencerdaskan anak-anak buruh rendahan PT. Timah, yang memercayakan pendidikan mereka pada SD Muhammadiyah.

Bukan hanya para murid yang yakin gurunya bakal datang. Sang guru juga yakin, anak muridnya tengah menanti di kelas. Sekolah sederhana ini memang menyimpan gelora semangat belajar-mengajar luar biasa. Baik murid maupun gurunya. Ketika masih di rumah, Bu Mus yakin, anak-anak muridnya sedang menunggu di sekolah.

Bagi Bu Mus, sepuluh muridnya yang ia juluki Laskar Pelangi itu bukan model anak-anak malas dan cengeng. Hidup miskin pantang membuat mereka menyerah. Meski pagi mendung terlihat pekat, Bu Mus percaya, anak-anak Laskar Pelangi tetap berangkat ke sekolah.

Maka ketika kemudian hujan betul-betul turun, Bu Mus tetap berusaha berangkat. Pagi itu sebenarnya Bu Mus sudah mencari payung. Tapi entah terselip dimana, payung itu tak didapat. Tanpa berpikir panjang, Bu Mus pun mengambil golok, dan menebas daun pisang di samping rumahnya, sebagai pengganti payung.

Ketika menyaksikan Bu Mus datang ke sekolah dengan payung daun pisang itulah, Andrea Hirata kecil merasakan getaran kalbu yang mendesir. Pada momen yang tak terlupakan itu, terbetik tekad kuat dalam hatinya, suatu saat kelak akan membuat tulisan tentang sosok dan kiprah Bu Muslimah.

Saya hampir tidak dapat berkata apa-apa membaca paragraf-paragraf di atas. Luar biasa kisah yang terbetik di dalamnya.

Selain contoh di atas, banyak lagi kisah-kisah lainnya, termasuk informasi langsung dari saksi hidup lain, seperti Ahmad Fajri alias Mahar yang saat ini menjadi Guru SMAN 2 Tanjung Pandan, Belitong Barat, A Kiong yang saat ini menjadi pedagang kopi di pasar Kecamatan Gantung, dan Husaini Rasyid alias Kucai yang saat ini menjadi Ketua Komisi A DPRD Belitong Timur.

Sungguh mengasikkan membaca berbagai informasi, bagaimana sebuah buku bisa mengubah hidup dan pemikiran banyak orang.

Ini adalah salah satu buku yang saya rekomendasikan untuk dibaca, bagi mereka yang telah menikmati buku Laskar Pelangi

This entry was posted in Pendidikan and tagged , , . Bookmark the permalink.

9 Responses to Laskar Pelangi – The Phenomenon (resensi buku)

  1. amrilarifin says:

    Pertamax … hehehe … wah saya belum baca neh lid … harus baca deh bukunya … ttg traktir oke-oke aja … masalahnya ketemunya kapan bos?

  2. amrilarifin says:

    ada satu hal, bahwa buku ini memotivasi banyak orang dalam menghargai hidup dengan memberi kesadaran bahwa pendidikan tidak hanya milik kaum borjuis, tentu masih banyak guru seperti bu mus dipedalaman sana, yang terabaikan hak-haknya … kayaknya andrea hirata pantas dipertimbangkan menjadi mendiknas ya?

  3. anung says:

    Wah gitu ya! maaf ketinggalan berita, lagi nggak di Indo, saya sudah baca LP dan sang pemimpi tapi tidak tahu ada buku THe Phenomenon ini.. sepertinya menarik juga.

    kenapa setiap ada tokoh baru terekspos, pasti yang terpikir kok menjadikan dia pejabat struktural seperti menteri, bupati dll. bukankah setiap orang punya tempatnya masing2? menurut saya gak cocok novelis jadi mendiknas.

  4. beni says:

    ini cerminan pendidikan di negeri kita, mau taon 70-an atau 2000-an sama aja, 20% hanya untuk pendapatan tambahan dari pejabat struktural, sampai ke sekolah atau siswa hanya 2%, mudah2an ini hanya seberapa tempat aja

  5. arwan says:

    semoga dengan film itu anggaran pendidikan di indonesia bisa benar-benar dinaikkan…bukan hanya sekedar janji dan kebijakan tanpa realisasi….

    Indonesia akan maju kalau pendidikan di Indonesia juga maju…

  6. ketut says:

    bagus sekali Pak, saya jadi termotivasi untuk belajar menulis.

  7. bana says:

    film na oke cuy

  8. muhammad arwani says:

    subhanallah kuwaisy…cuma dalam filmnya !!!
    meski ada lanjutannya…

  9. viky says:

    amizing…
    smuanya harus pada baca…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.