Pelajaran dari tempat parkir

Setelah berdiskusi santai sambil menyelesaikan sarapan pagi di Bandara Narita, akhirnya kami segera menuju ke lokasi parkir kendaraan di bandara tersebut.

Masih terngiang di telinga diskusi mengenai ikan salmon yang telah saya tuliskan pada tulisan sebelumnya.

Keluar dari pintu bandara menuju tempat parkir, udara dingin segera menyerang (5 derajat celcius tuhhh…), untung sejak di Indonesia sudah bersiap-siap dengan sweater dan jaket, karena info tentang suhu sudah diperoleh melalui internet.

Sesampainya di tempat parkir, oleh Pak Edison yang merupakan Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di Jepang, diminta untuk menunggu pada sebuah area di tempat parkir tersebut. Kemudian, pak Gatot segera meminta, “Lid….foto lid…”

Kemudian saya langsung mengambil gambar dengan HP yang saya bawa.

“Lid, u tahu tidak kenapa saya minta foto ?”

“Tidak pak.” Jawab saya

“Coba lihat tulisan di belakang itu…”

Saya kemudian melihat tulisan yang di cat pada tembok dibelakang pak gatot. Disana terlihat tulisan dalam 3 bahasa yang berbunyi “Waiting Zone”

Rupanya, di tempat parkir ini, penumpang tidak boleh menaiki kendaraan langsung di tempat parkirnya, namun harus menunggu pada zona tertentu.

“Inilah yang disebut dengan membangun sistem lid…” ungkap pak Gatot

Akhirnya saya paham, bahwa sebuah sistem harus ditegakkan agar masyarakat dapat berdisiplin. Karena dengan disiplinlah maka masyarakat tersebut dapat lebih maju dan dapat bersaing di era global.

Sambil melihat-lihat sekeliling dan mencari hal-hal yang “menarik”, saya kemudian melihat barisan trolley disisi kiri. Dan yang lebih menarik lagi, tidak ada “trolley man” atau “trolley boy” disekitar tempat parkir tersebut.

Disini terlihat bahwa sebagian besar penumpang atau pengantar maupun penjemput sudah memiliki kesadaran sendiri untuk menempatkan troli yang sudah mereka gunakan pada lokasi yang telah ditentukan.

Kalau dibandingkan dengan bandara Sukarno Hatta di Indonesia, masih terlihat berserakan troli tanpa pemilik. Karena kebiasaan yang ada adalah setelah troli tidak diperlukan lagi langsung ditinggal pergi. Inilah cermin kedisiplinan yang patut ditiru.

Kadang, hal-hal kecil yang tidak disadari dapat membimbing kita untuk memahami hal yang jauh lebih besar.

Akhirnya, kami segera naik ke mobil yang disiapkan dan berangkat menuju Fujisawa untuk mengunjungi pusat School Of Internet (SOI).

This entry was posted in Curhat and tagged , , . Bookmark the permalink.

0 Responses to Pelajaran dari tempat parkir

  1. nieth says:

    pertamax..:D

    wah,, disiplin emang perlu ditegakkan,, Qta harus mulai dari diri sendiri, baru kita disiplinkan orang laen,, misalnya, klo profesi nya guru ya ndisiplinkan dirinya sendiri baru muridnya 🙂

    have a good day Mr. Khalid 🙂

  2. tetty says:

    teaching by doing juga bisa kita lakukan. Jadi buat teman2, jangan ragu-ragu untuk MELOTOTIN orang2 yang memotong line antrian di kasir atau ATM, ataupun orang2 yang bermobil keren tapi tetep suka buang sampah di jalan.

    Thanks pak, ceritanya simpel tapi menarik…

  3. macanang says:

    mantap sistemnya… tp mungkin yang lebih mantap lagi orang2 nya…

  4. Penumpang says:

    Coba lihat sama angkutan bus kebanggaan kota jakarta, Trans Jakarta. Bagi yang pernah transit di halte harmoni coba perhatikan antrian untuk koridor 2…
    Itulah cerminan kebanyakan rakyat Indonesia.

  5. ridhofaqot says:

    wah betul pa kholid .tapi ko bisa nya di bandara doang ga di yg laen ya???

  6. ade6789 says:

    wah…salut sekali saya. coba negara kita bisa menerapkan hal yang sama. tetapi, seharusnya bukan negara yang harup memulai aplikasi, seharusnya masyarakatnya dulu yang memulainya. apaaa,,,,kita yang terlalu dimanja dengan fasilitas yang sebetulnya standar tapi dipaksakan untuk ada (entahlah…)

  7. maskun says:

    kapan ya Indonesia bisa seperti itu ?

  8. adigugun2000 says:

    Salah satu akibat banyaknya pelanggaran di indonesia kan karena tidak ada budaya disiplin…, negara pasti aman jika penduduknya disiplin…., pertanyaannya…siapa yang mengawasi ?, wong yang mengawas aja gak disiplin….

  9. hanggadamai says:

    bisa diterapkan di indonesia gak ya???

  10. aji says:

    saya salah, saya tidak disiplin, saya malu-maluin.
    apa yang harus saya lakukan sekarang?

  11. @nieth, bener…harus mulai dari diri sendiri, baru ke lingkungan…

    @tetty, asal jgn melotot sambil menantang aja, nanti pada ngira ngajak ribut, hehehe

    @macanang, sayang sy hanya beberapa jam disana, jadi belum bisa komentar tentang orang-orangnya

    @penumpang, semalam sy juga naik busway dari blok m. Sampai desak2an dan dorong2an untuk naik. Padahal sama-sama ngerti bahwa bus masih banyak 🙁

    @ridhofaqot, karena sy cuman liat di bandara aja. Jadi lom tau yg laen

    @ade6789, masyarakat baru bisa memulai kalau ada contoh dan regulasi. Contoh baru ada kalau didukung dengan pendidikan yang kuat

    @maskun, sekarang juga bisa kok. Minimal kalau anda berbuat yg sama, artinya Indonesia sudah bisa, karena anda orang Indonesia 😀

    @adigugun2000, kalau menunggu pengawas, akan terjadi efek telor dan ayam. Lebih baik mulai dari sekarang, diawasi atau tidak diawasi. Toh diatas kita ada yang “Maha Melihat”

    @hanggadamai, bisa pak…

  12. @aji, berubah…mulai sekarang…minimal niat yang kuat untuk memulai 🙂

  13. abiehakim says:

    Wah pak kalao mau bandingin jangan ama Jepang deh, ama Timor Leste aja…biar keliatannya negara kita ini agak keren dikit dibanding dia…hehehehe

  14. MasWawa says:

    belum pernah ke jepang 🙁

  15. yuki tobing says:

    bandara narita memang menakjubkan, saya begitu menikmatinya selama 8 tahun saya tinggal di sana, kalau mau maju ya kayak gitu.

  16. edoca says:

    Contoh yang sangat menarik Pak.

    Sepele tapi penting.
    Masalah ini merupakan masalah yang sangat mendasar bagi bangsa kita, yang menyedihkan sangat banyak pihak yang tidak menyadarinya. Tetapi banyak yang merasakannya dan hanya mengerutu atau memaki dalam hati. Semakin hari permasalahannya malah semakin bertambah parah.

    “Budaya”, bangsa kita saat ini mayoritas bisa dikatakan sudah tidak berbudaya terutama yang tinggal di kota-kota besar.
    Perhatikan perilaku pengemudi di jalan raya, perilaku masyarakat di tempat umum seperti di lift, bus kota dsbnya.

    Bangsa kita saat ini tidak memiliki budaya antri, mengalah kepada yang lemah dan etika lainnya dimana di mata bangsa lain hal ini menunjukkan bahwa bangsa kita tidak termasuk bangsa yang “beradab”, sangat memilukan tetapi inilah fakta yang ada.

    Smoga hari esok lebih baik dari hari ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.