Dapodik, apakah hanya sebuah program mimpi ?

Pada tulisan kali ini, saya akan mencoba mengangkat sebuah program dari PKLN lagi, yang walaupun tidak separah Jardiknas, tapi ronrongan untuk mengalihkan ke unit lain dengan alasan “Tupoksi” juga deras dilakukan.

Latar Belakang

Kepada pembaca, saya mencoba menantang nih, silakan anda bertanya kepada pejabat Departemen Pendidikan Nasional manapun yang ditemui, baik tingkatan Pusat maupun propinsi (kalau kabupaten/kota sih relatif berdasarkan luas wilayah dan kepadatan penduduk…). Pertanyaannya sederhana dan hanya terdiri dari 3 pertanyaan, yaitu:

  1. Berapakah jumlah sekolah di Indonesia ?
  2. Berapakah jumlah guru di Indonesia ?
  3. Berapakah jumlah siswa di Indonesia ?

Kalau pejabatnya berada di Dinas Pendidikan Propinsi, silakan ganti kata “Indonesia” dengan “Propinsi anda”

Silakan menyimak jawaban mereka. Biasanya jawaban yang diberikan menggunakan kata-kata di bawah in 🙂 :
“Kalau tidak salah….”

“Barangkali….”

“Kira-kira….”

“Sekitar…..”

“Plus Minus….”

“Sekolah 200 ribu-an, guru 2 juta-an, siswa 40 juta-an…”

“Tunggu yah…cari data dulu….”

“Berdasarkan data tahun 2006, maka ….”

Nah…apa kesimpulan anda dari jawaban-jawaban tersebut di atas ?

Terlihat bahwa data utama saja, yang menjadi dasar seluruh kebijakan
dalam dunia pendidikan itu tidak ada yang pasti.
Bagaimana pendidikan bisa maju ?

Coba kita renungkan, setiap tahun Depdiknas menyalurkan dana BOS
dengan besaran Trilyunan rupiah. Dana ini disalurkan kepada sekolah-sekolah berdasarkan data sekolah dan siswa yang “dilaporkan” oleh sekolah. Kalau besaran dana BOS sebesar 10 Trilyun, dan penyimpangan jumlah siswa yang dilaporkan terjadi sebesar 2% saja (artinya, dari 100 siswa yang dilaporkan,
2 adalah siswa “fiktif”), maka akan terjadi penyimpangan sebesar
Rp. 200 Milyar. Dana sebesar ini sudah mampu untuk membangun
200 Sekolah Menengah Atas di Indonesia dan sudah mampu merenovasi ratusan SD
yang setiap tahun dilaporkan mengalami kerusakan, baik rusak ringan, sedang atau berat.

Mengapa penulis berani mengatakan bahwa penyimpangan dari segi
jumlah tadi rentan untuk dimanipulasi ?

Siapa yang dapat mengecek kebenaran jumlah sekolah dan siswa
yang telah dilaporkan oleh sekolah maupun dinas pendidikan kab/kota
ke pusat untuk memperoleh bantuan dana BOS tersebut ? Laporan tersebut
sebagian besar tertutup, tidak dapat diakses secara umum dan
sifatnya hanyalah data besaran saja.

Misalnya, sebuah sekolah melaporkan siswanya adalah 100 orang. Mana bukti bahwa siswa di sekolah tersebut memang benar 100 orang ? Kalau memang benar 100 orang, mana nama-nama 100 orang tersebut ? Jadi, pada prinsipnya, bagi mereka yang selama ini menyoroti penyaluran dana BOS, jangan langsung ke muaranya, dari hulu saja sudah banyak terjadi penyimpangan. Dan sebenarnya penyimpangan ini bersumber kepada 1 hal sederhana, yaitu DATA.

Contoh berikutnya adalah bantuan untuk rehabilitasi sekolah. Setiap tahun, pemerintah selalu menyalurkan dana ratusan milyar untuk merehab sekolah yang mengalami kerusakan. Namun, seperti yang kita saksikan sendiri di berbagai media, baik cetak maupun elektronik, selalu saja ada liputan mengenai sekolah (utamanya SD) yang hampir roboh, ruang kelas yang tidak layak, dan berbagai masalah lainnya. Di sisi lain, ada sekolah yang menjadi “langganan” rehab. Kadang hanya pagar sekolah yang mengalami kerusakan, dilaporkan rusak ringan, hingga meminta bantuan rehab.

Mengapa hal itu dapat terjadi ?
Karena tidak adanya data valid terhadap sekolah. Baik sekolah yang sudah pernah memperoleh bantuan maupun yang belum. Juga belum ada informasi yang sifatnya umum kepada masyarakat, sekolah mana saja yang pernah memperoleh bantuan rehabilitasi setiap tahunnya.

Contoh ketiga adalah pelaksanaan Ujian Nasional. Sudah menjadi rahasia umum juga bahwa selalu disetiap menjelang pelaksanaan Ujian Nasional, jumlah siswa kelas 3 SMP atau SMA melonjak pesat. Banyak sekolah yang sebelumnya hidup segan matipun tak mau menjadi bergairah. Dan mengikuti Ujian Nasional….

Silakan anda menyimpulkan sendiri apa maksudnya 🙂

Kembali lagi, hal ini terjadi karena kurangnya data yang bersifat umum,
nasional, unik dan dapat dipantau oleh masyarakat umum sehingga validitasnya dikontrol oleh komunitas.

Sejarah Dapodik

Seperti halnya Jardiknas, program dapodik juga dilahirkan dari pemikiran seorang Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto sewaktu beliau masih menjabat sebagai Direktur Dikmenjur.

Pada waktu itu, amat sulit untuk menentukan alasan untuk membangun sebuah Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia. Banyak daerah yang mengajukan proposal pembangunan sekolah, utamanya SMK karena melihat dananya yang “lumayan besar” tanpa melihat sebaran sekolah dan kondisi sumber daya alam yang tersedia di daerah tersebut.

Sering kita saksikan bersama, banyak SMK dengan Program Keahlian Teknik Elektro yang dibuka pada daerah terpencil, padahal listrik saja amat sulit disana. Sedangkan pada daerah tersebut merupakan daerah budi daya tanaman yang amat kurang sumber daya manusianya. Juga menjamurnya Program Keahlian Otomotif pada satu daerah, sehingga lulusannya sulit untuk terserap pada lapangan pekerjaan yang ada, ataupun untuk berusaha secara mandiri.

Contoh lain, ketimpangan jumlah SMP, SMA dan SMK pada satu wilayah, dimana pada lokasi tertentu, jumlah sekolah-sekolah tersebut amat berlimpah dan disisi lain, pada wilayah yang sebenarnya lebih membutuhkan, sekolah-sekolah tersebut belum tersedia.

Berkaca dari kondisi inilah, akhirnya beliau meluncurkan program “pemetaan sekolah” atau School Mapping (dapat dilihat “bangkainya” pada web http://schomap.dikmenjur.net). Program ini memadukan PHP, MySQL dan GIS, dimana akan terlihat peta suatu wilayah beserta titik-titik sebaran sekolah di daerah tersebut.

Berdasarkan program ini, maka sebuah daerah akan dapat merencanakan pembangunan sekolah di wilayahnya dengan lebih mudah dan sesuai data yang valid. Juga akan dapat menentukan arah pembangunan pendidikan ke depan pada wilayah atau daerah tersebut.

Setelah pak Gatot pindah ke Biro Perencanaan dan KLN, terungkap kembali bahwa rupanya perencanaan program Departemen Pendidikan Nasional selama ini masih belum berdasar kepada data yang valid. Sebagian besar menggunakan data-data statistik dan data perkiraan dan bukan berdasarkan data yang real. Maka dikembangkanlah program Data Pokok Pendidikan atau Dapodik

Data Pokok Pendidikan

Secara khusus, program Dapodik dapat dilihat pada web http://dapodik.diknas.go.id, namun pada tulisan ini saya akan mencoba memberikan gambaran yang bersifat umum, agar pembaca dapat membedakan mengapa program ini dapat ditegaskan sebagai Tupoksi dari PKLN, agar tidak “diminta dialihkan” lagi seperti Jardiknas.

Data Pokok Pendidikan, mengkhususkan pemetaan data untuk sekolah, guru dan siswa. Dimana sifat pendataan yang dilakukan bersifat UMUM dan tidak terlalu rinci.

Memang diakui, saat ini sudah banyak pemetaan yang dilakukan oleh berbagai pihak terhadap ketiga komponen di atas. Namun, permasalahan utama dari pemetaaan tersebut adalah banyaknya data yang ganda maupun tidak valid serta tidak adanya sinkronisasi antara satu data dengan data lainnya.

Permasalahan ini sebenarnya dengan mudah dapat diselesaikan. Cukup dengan memberikan sebuah identitas yang unik, tunggal dan abadi untuk setiap data. Juga tidak memiliki komponen pendataan yang terlalu banyak sehingga mudah disinkronkan dengan jenis pendataan lainnya.

Berdasarkan hal inilah maka Biro PKLN mengeluarkan program Dapodik yang terdiri atas 3 bagian utama yaitu Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN), Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN).

a. Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN)

NPSN dilakukan dengan memberikan nomor identitas yang bersifat unik dan tunggal kepada seluruh sekolah di Indonesia.

Nah, sebelum program ini dilaksanakan, Depdiknas sebenarnya sudah pernah memiliki program serupa, yaitu Nomor Statistik Sekolah (NSS).

Mengapa Nomor Statistik Sekolah tidak dilanjutkan, dan malah menggunakan NPSN ?

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pengelolaan NSS yang tidak terpusat, karena dengan adanya otonomi daerah, beberapa daerah mengelola NSS-nya sendiri dan tidak memberikan laporan ke Depdiknas Pusat. Hal ini menyebabkan ketidaksinkronan data.

Permasalahan kedua adalah, kode NSS mengacu kepada wilayah, yaitu Kode Propinsi dan Kabupaten/Kota, sedangkan saat ini di Indonesia, sejak era Reformasi, sedang “hangat-hangatnya” pemekaran wilayah. Terhitung ada beberapa propinsi Baru, puluhan Kabupaten/Kota yang baru dan ratusan kecamatan. Hal ini mengakibatkan banyak kode propinsi maupun kabupaten/kota yang tidak valid lagi.

Inilah sebabnya, mengapa kode NSS tidak dikembangkan lagi dan melakukan perubahan penomoran secara total dengan menggunakan NPSN.

Kode penomoran dapat dilihat pada web http://npsn.diknas.go.id/cont/aturan/index.php

Data yang dikumpulkan melalui program ini tidak banyak, karena hanya data pokok saja, sehingga dalam pelaksanaannya sama sekali tidak menggunakan kuisioner yang berlembar-lembar yang menyulitkan sekolah. Juga tidak perlu menggunakan Lembar Jawaban Komputer (LJK) yang membebani anggaran. Malah cukup dengan menggunakan data yang saat ini sudah ada di masing-masing Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Komponen NPSN adalah: Nama Sekolah, Jenjang, Status (negeri/swasta), Alamat, Nama Kabupaten dan Nama Propinsi…

Nah, data ini pasti ada di tiap dinas pendidikan kabupaten/kota khan ??

Dari data yang dikirimkan oleh setiap dinas pendidikan inilah, sistem di pusat akan membuat NPSN yang kemudian diumukan melalui web site http://npsn.diknas.go.id

Masyarakat yang menemukan kejanggalan pada daftar yang tertera pada web tersebut, disilakan untuk langsung menghubungi dinas pendidikan kabupaten/kota secara langsung. Karena perubahan data dapat secara langsung dan saat itu juga dilakukan oleh operator Dapodik pada setiap dinas pendidikan.

Dengan adanya data ini, maka masyarakat dapat secara langsung menilai, sekolah mana yang benar-benar “ada” dan sekolah mana yang sebenarnya “siluman” atau sekolah “papan nama” saja.

Ke depan, sistem ini akan disandingkan dengan sistem informasi rehab sekolah. Dimana sekolah-sekolah yang mengajukan bantuan rehabilitas sekolah diharuskan terdaftar pada NPSN dan mengupload foto-foto kondisi sekolah tersebut. Baik itu rusak ringan, sedang atau berat. Juga pada saat dana rehabilitas sudah diluncurkan, foto-foto penyelesaian harus ditampilkan pada SIM Rehab, baik sewaktu masih 25%, 50%, 75% dan 100% pembangunan.

Dengan adanya sistem seperti ini, maka secara transparan masyarakat dapat melihat proses rehabilitasi sekolah yang telah dilakukan, sejak pengajuan hingga penyelesaian. Apabila ditemukan kejanggalan, disilakan untuk melaporkan pada lembaga terkait bedasarkan data tersebut. Hingga tidak akan ada lagi istilah “sekolah langganan rehab” 🙂

b. Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK)

Saat ini, program sertifikasi guru sedang hangat-hangatnya dilakukan oleh Depdiknas (komentar terhadap program ini sudah ada di dalam kepala, cuman nanti saja deh saya tulis di tulisan lainnya…). Salah satu kendala utama yang ada adalah menentukan berapa jumlah guru yang harusnya disertifikasi.

Karena program ini erat kaitannya dengan Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, maka khusus pengelolaan NUPTK dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal PMPTK. Biro PKLN membantu dalam hal menampilkan data yang telah dikumpulkan oleh tim PMPTK.

c. Nomor Induk Siswa Nasional (NISN)

Nah, program inilah yang merupakan program yang sama sekali baru. Kita semua pernah merasakan, sewaktu mengikuti pendidikan di jenjang sekolah dasar maupun menengah, pasti diberikan Nomor Induk Siswa (NIS) atau nomor pengenal lainnya di masing-masing sekolah. Hal ini bertujuan untuk lebih mempermudah identifikasi siswa di sekolah.

Kalau secara parsial dapat dilakukan, mengapa tidak dicoba untuk skala nasional ?

Berdasarkan pemikiran inilah, maka dilakukan pemberian indentitas baru kepada seluruh siswa melalui penomoran yang dilaksanakan secara nasional.

Pada awal pelaksanaannya, banyak yang skeptis bahwa hal ini dapat dilaksanakan…

Bayangkan, jumlah siswa kita itu ada puluhan juta, dan tersebar dari Aceh hingga Papua dengan kondisi geografis yang amat beragam. SD yang ada itu tersebar dari puncak gunung hingga kepulauan terpencil (yang di beberapa pulau malah lebih dekat ke negara tetangga). Nah, coba bayangkan, bagaimana mendatanya ??

Namun, dengan “Bismillah”, seluruh komponen di PKLN melangkah maju melaksanakan tugas tersebut.

Akhirnya, setelah dilaksanakan kurang dari 1 (SATU) tahun, maka 75% siswa di Indonesia telah berhasil didata. Sampai pagi ini, tercatat 36.791.875 Orang siswa per-tanggal 10 Januari 2008 Pukul 07.17 WIB

Seperti halnya dengan NPSN, program ini dapat digandeng dengan SIM yang lain, misalnya BOS (untuk menentukan jumlah siswa yang berhak memperoleh bantuan) hingga Ujian Nasional (Menentukan siswa yang dapat mengikuti ujian nasional).

Pemanfaatan lainnya adalah, dengan NISN, maka pergerakan atau mutasi siswa setiap saat dapat terus dipantau. Karena perpindahan tanpa melapor ke dinas pendidikan setempat akan mempersulit siswa tersebut menikmati hal-hal yang berkaitan dengan pendidikannya di lokasi tujuan.

Komponen NISN, sebagaimana NPSN juga tidak terlalu banyak, dan tidak memerlukan kuisioner khusus untuk mengisinya, hanya terdiri atas 7 komponen, yaitu Nama, Jenis kelamin, Tempat Lahir, Tanggal Lahir, Alamat, Kelas/Tingkat, NPSN dan Nama Sekolah. Khusus untuk NPSN dan Nama sekolah saling bertautan dengan program NPSN. Jadi, bagi siswa yang sekolahnya belum terdaftar di NPSN, tidak akan bisa memiliki NISN 🙂

Sistem penomoran dan prosedur NISN serta bagaimana alur pemanfaatan NISN untuk mutasi dan proses administrasi siswa dapat dilihat pada web http://nisn.diknas.go.id/cont/aturan/index.php

Kaitan Dapodik dengan Tupoksi BPKLN

Akhir-akhir ini santer permintaan agar program Dapodik dilepas oleh Biro PKLN karena alasan “tupoksi”

Yang aneh, kok teriakan itu baru menggema satu tahun sejak diluncurkannya program ini yah ? Padahal sewaktu dimulai, merekalah termasuk yang skeptis akan keberhasilannya, malah menganggap sebagai “Program mimpi”

Nah, saya mencoba menjelaskan, mengapa program ini masih merupakan tupoksi dari PKLN dan bagaimana kaitannya dengan unit-unit yang lain.

Tugas utama dari Biro PKLN, utamanya pada bagian perencanaan adalah melaksanakan perencanaan pendidikan di Indonesia. Seperti yang sudah saya paparkan pada awal tulisan ini, sebuah perencanaan yang baik dan matang harus menggunakan data yang valid.

Nah, sumber data selama ini, rupanya hanya berdasar dari “statistik” belaka, yang tidak menggunakan data yang nyata di lapangan.

Oleh sebab itu, program Dapodik tetap sejalan dengan tugas utama dari PKLN.

Disisi lain, data yang dikumpulkan merupakan data yang bersifat umum, dan hanya digunakan untuk perencanaan saja. Sedangkan data yang sifatnya lebih khusus dan spesifik dapat dikembangkan oleh unit-unit utama lainnya.

Contoh kerjasama yang dapat dilaksanakan dengan unit utama lain. Misalnya dengan Direktorat PSMK (Dit PSMK), khusus untuk pendataan SMK, Dit. PSMK membutuhkan data jumlah ruang kelas, laboratorium dan bengkel. Juga data sarana dan prasarana pendidikan di sekolah tersebut. Khusus untuk ini, disilakan PSMK membuat aplikasi baru yang akan mendata secara spesifik kebutuhan tersebut. Namun, khusus data sekolahnya, PSMK tidak perlu mendata ulang lagi, cukup menggunakan basis data dari NPSN. Sehingga, apabila perlu menggunakan kuisioner, tidak perlu mendata nama dan alamat sekolah lagi.

Contoh lainnya adalah, apabila hendak dilakukan pemetaan terhadap kondisi ekonomi siswa di Indonesia, maka data utama berupa nama dan alamat siswa, dapat menggunakan NISN, data lainnya dapat ditambahkan sesuai kebutuhan program.

Dengan cara ini, maka hanya ada 1 sumber data yang digunakan bersama, dimana kevalidan data tersebut dapat dipertanggungjawabkan, karena dipantau bersama seluruh lapisan masyarakat.

Mimpi Program Dapodik

Ke depan, dengan menggunakan 1 sumber data, maka proses perencanaan pendidikan di Indonesia akan lebih terarah dan terukur. Pelaksanaan berbagai program juga akan transparan dan lebih mengena pada sasaran.

Pendidikan Indonesia yang berkualitas dan bermutu akan dapat dicapai…

Nah…sekarang pertanyaannya..apakah program Dapodik ini hanya sebuah program mimpi ?

Mudah-mudahan uraian diatas dapat menjawabnya…

Info dapodik lebih lengkap, silakan membuka http://dapodik.diknas.go.id

This entry was posted in Pendidikan and tagged , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

31 Responses to Dapodik, apakah hanya sebuah program mimpi ?

  1. upika says:

    hai pak, terus maju dengan dapodik 🙂

  2. hmmm bagaimana ya. masalahnya “mungkin” karena setiap organisasi di Indonesia tercinta ini berorientasi apda pemimpin bukan program berkelanjutan.

    Ganti pemimpin ganti program.

    nampaknya kalau pemimpin baru tidak dapat menelorkan program baru, kurang afdol katanya.

    selama itu terjadi nampaknya program apapun tidak akan berhasil, kecuali anda dapat menjabat pada posisi yang sama minimal 32 tahun. mungkin program anda akan sempat terlaksana, dan ukan hanya terencana semata 🙂

    Salam terus maju demi Masa depan Indonesia.

  3. Fadli Eka Yandra says:

    Di jambi dapodik mulai jadi permasalahan dalam artikata sudah mulai bikin sibuk orang-2 di diknas kab/kota, cuma saya bingung kalau para guru dan org diknas nanyain masalah NUPTK, siapa yang ngerjainnya pak ???.

    Semoga Dapodik bisa menjadi acuan data yang real dan bisa dipertanggungjawabkan, saya dari kemaren berdebat dengan KKDatadik masalah data yg diprediksi, apalagi pendatan dari Balitbang dengan Padatiwebnya bikin pusing saja dan data LI yang dikirmkan pihak sekolah tidak pernah benar alias asal isi saja, harapan saya Dapodik bisa menjadi Pusat Data yang benar-2 akuran dan realtime, bravo Dapodik.

  4. Sesuai dengan tulisan di atas, yang bertanggung jawab terhadap data NUPTK adalah Ditjen PMPTK.

    Untuk pengelola di lapangan, sebagai ujung tombak adalah LPMP di masing-masing propinsi.

    Masalah pendataan, semakin banyak yang diminta maka kita harus bersiap untuk semakin kecewa. Pada prinsipnya, hal-hal yang diminta haruslah hal-hal yang memang belum ada. Sekolah kadang jengkel juga, selalu didatangi oleh pencari data dengan terus mengisi formulir yang itu-itu saja. Misalnya nama sekolah, alamat sekolah, dll. Kadang sampai ada yang bertanya “Emangnya sekolah itu pindah alamat tiap tahun ?” 😀

  5. Muhammad Fadly Atjo says:

    Memang seperti itulah kenyataannya pak, sebuah kebaikan biasanya akan menghadapi seribu tantangan, namun cepat atau lambat kebernaran akan keluar sebagai pemenang. Disaat ada segelintir orang yang ingin menjadikan pendidikan ke arah yang lebih baik, disaat itu pula muncul orang-orang yg ingin menghancurkannya. Hal inilah yang menjadi jawaban selama ini mengapa bangsa kita terpuruk karena pendidikan kita jeblok sehingga sampai saat ini kita masih menjadi jajahan di negeri kita sendiri. Masalah data sudah menjadi sesuatu yang sangat mahal yang sulit kita dapatkan di negeri kita ini, dimana pendidikan kita direncanakan hanya berdasarkan analisa angka-angka sehingga ketidak adilan terjadi di mana-mana, kesenjangan pendidikan dan lain sebagainya, dan itu terjadi dari tahun ke tahun, semoga dapodik menjadi jawaban dan jalan keluar menuju ke arah pendidikan yang lebih baik. Amien

  6. bee says:

    Halah… pas awal2 semua pada bilang gak mungkin lah, ngimpi lah, dlsb. Coba liat ntar kalo udah jadi, semua tau2 pada jadi pahlawan kesiangan, maen rebut aja. Inget Jardiknas? 😉 Indonesia geto loh! 😛

  7. edo says:

    #khalid : tenang mas khalid. lets do it well aja. percaya deh, yang bener ntar juga bakal ketahuan heheh
    good luck buat teman2 disana. maju terus!

  8. pajrin says:

    salam bang khalid. Semuanya emang rada berat sekarang. beberapa permasalahan kami sebagai teknisi dapodik didaerah pun carut marut.
    1. Urusan Dapodik, alhamdulillah kami mahasiswa d3tkj diberi kepercayaan penuh untuk memegang kendali dapodik di kab. permasalahnnya cuma 1, data dari sekolah lama sekali datangnya. Selain geografis dareah kami yang banyak sungai (sulit lewat darat), juga kalau datang datanya (sebagian besar) salah format nya. Kalau masalah uang nya, dapat saya laporkan kalau dari kerja kras NUPT dapatnya : 670.000 dibagi ber 3.hehehe. Untuk NISN+PadatiWeb 250.000 + 250.000 + 100.000 = 600.000/orang. Memang denger2 dana untuk itu banyak sekali, tapi entah nyangkut dimana. Kami tidak pernah mempermasalahkan, yang penting kami dipercayai dan dihargai. Alhamdulillah,oleh kebag Program di jandikan (insya allah) setelah lu2s d3tkj di pekerjakan di disdik untuk ngurus dapodik. heheh (makasih pa Aberansyah, S.Sos)
    2. Urusan Jardiknas & ICT. Alhamdulillah, pa kepala dinas tau n mengerti prgram ini sejak pertama di dengungkan pa Gatot. Dari awal pendirina ict center, pengembangan jardiknas, pemanfaatan mahasiswa d3tkj beliau terus memantau dan mensuport. beliau yang mati2an berjuang di dewan dan legislatif biar ict dan jardiknas hidup terus. yah, buktinya ada 8 BTS untuk mencover 12 Kecamatan dan 2008 17 kec harus terhubung jaringan pinta dewan. artinya sekarang sudah didukng pemda khan?hehehe.
    3. Urusan ICT Center sebagai pelaksana teknis dilapangan alhamdulillah di huni orang2 yang mantab. ada yang doyan browsing sekarang jadi webdepelopment, ada yang doyan jaringan, ya kecantol mikrotik dsb. Kebebasan dan fasilitas yang ada memang sangat berguna dan bisa “merubah hidup” kami. Toh sapa sangka anak petani penggembala sapi bisa kuliah?hehehe. Makasih banay buat bapa2 di ict center yang membimbing kami selama ini.
    4. Satu-satnya masalah besar bagi kami dan saya sendiri adalah perkuliahan d3tkj di Provider. Kalau mau jujur dalam tempo Nov 2006 – Des 2007 kami cuma hadir ke perkuliahahn selama 42HARI dengan rincian
    a. Nov 2006 4 hari kuliah umum
    b. Des 2006 4 hari kuliah umum
    c. Jan 2006 4 hari kuliah umum
    d. Feb 2006 4 hari kuliah umum
    (maret 2006 kami final tes)
    (april 2006 kami libur total)
    e Mei 2006 6 hari kami ujian CCNA 1
    (juni kami libur total)
    (juli kami libur total)
    f. Agistus 2006 6 hari kuliah umum (semester 2)
    (september kami OSPEK mahasiswa baru)
    g. Oktober 2006 6 hari kuliah umum (semester 2)
    h. November 2006 6 hari kuliah umum (semester 2)
    i. Desember 2006 6 hari kuliah umum (semester 2)
    (januari TAK ADA TANDA_TANDA KAPAN KULIAH)
    maka pasti dlam diri kami masing2 ada pertanyaan : Kapan Kami LULUS Kuliah??? hee.

    Kami berharap cuma kebaikan dari program maha besar ini. Saya lebih percaya pada PKLN dari pada pustekom, mak itu selamatkanlah DAPODIK dari pustekom. Andai TV edu berhasil meriah, seperti meriahnya iklan Jardiknas takm apa lah semuanya diangkut pustekom. Kalau begini, selamatkanlah sebisa apa yang dapat diselamatkan.heheh

    Terus berjuang Demi Nusa dan Bangsa
    Salam Dapodik (malas salam jardiknas soalnya sama aja salam pus..pus)

  9. Agus Sutrisno says:

    Dapodik sangat diperlukan untuk mewujudkan kemajuan pendidikan di Indonesia, karena hanya dengan data yang valid, maka perencanaan dapat dilakukan dengan matang dan pembangunan disegala bidang terutama pendidikan dapat berhasil.

    DATA VALID -> PERENCANAAN VALID -> ANGGARAN VALID -> PEMBANGUNAN VALID -> PENDIDIKAN VALID -> BANGSA MAJU.

    TERUS MAJU DAPODIK

  10. Pingback: Dapodik, apakah hanya sebuah program mimpi ? « DINAS DIKPEMDORA PROP. SUMATERA BARAT

  11. herman1986 says:

    Dear …….
    Eman suatu hala yang sangat berat ketika memulai suatu pendataan dan bukan suatu hal yang mustahil selama kita masih komitmen untuk melaksanakannya, maju terus ……

  12. Pingback: Nomor Induk Siswa Nasional Mencapai diatas 40 Juta « Khalidmustafa’s Weblog

  13. sesuatu yang besar di awali yang kecil, ibarat pohon yang kecil ia harus tahan terhadap besarnya gelombang dan angin yang menerpa, so hijrahnya jardiknas ke pustekom jangan jadikan alasan awal dari kehancuran, mungkin inilah bentuk perhatian khusus pemerintah untuk semua komponen itu ikut berpartisipasi mengembangkan dapodik nantinya, HIJRAH… itulah yang tepat untuk meraih keberhasilan, kadang kita ingin lebih baik dari kehidupan kita yang semula dari desa, maka kita hijrah pergi ke kota. perencanaan merupakan kunci sukses bagi semua kegiatan, so antara perencanaan dan pelaksanaan memang harus ditangani oleh sumberdaya yang berbeda, seorang perencana handal terkadang ia tidak mau untuk melaksanakan apa yang direncanakan tapi dia sudah mengatur strategi untuk menempatkan sumberdaya yang dapat melaksana apa yang direncakan. mudah2an hijrah jardiknas ke pustekom akan lebih baik dengan adanya sinergi antara pkln dengan pustekom yang notabene adalah satu payung depdiknas…. maju terus depdiknas, kepada Bpk Gatot kami haturkan hormat setinggi-tingginya atas segala inovasinya mengembangkan pendidikan indonesia berteknologi, dan bagi pak khalid….. rencanakan terus pendidikan kita sebaik-baiknya demi masa depan kita semua… perencanaan pendidikan yang baik berarti merencanakan keberhasilan bangsa dan negera ini.

  14. sofyan says:

    memang indonesia… kalo sudah berhasil semua mau jadi pahlawan. protes.. ini bukan haknya, itu bukan tupoksi. padahal mereka sendiri miskin ide-ide, dan gagasan. maju terus jardiknas…

  15. denis says:

    benar sekali,klo dilihat dari pertama dibukanya D3TKj, memang sangat menjanjikan, tapi seperti kami ini provider asal aceh(POLTEK LHOKSEUMAWE) setalah kami menjalininya selama tiga semester, progaram ini seperti ajang petmainan lahan uang bagi ketua provider dan para dosen2, beasiswa di tahan2, preses beljar-mengajar anburadol(dosen jarang masuk) praktek jarang, uang ujian sertifikasi gak tanggung2. setiap kami meminta penjelasan, jawabannya selalu dengan ancaman dikeluarkan dr D3TKJ, sekarang kami hanya bisa berdiam diri dan menunggu tanggapan para petinggi jardiknas, tapi mereka mesti ingat kami ini anak aceh, jika jalan munyawarah tidak bisa ditempuh maka keadilan hanya ada di ujung senjata.

  16. oke, maju terus….pantang mundur. emg mrk g mudeg kale

  17. vespaku_76 says:

    salut buat tim dapodik, berjuang terus ya…
    tinggal pemerintah, dukung dong, beri peringatan bagi sekolah yang tidak mengirimkan data tepat waktu, selalu berproses menuju yang terbaik, bangsa yang bijak adalah bangsa yang mengetahui keadaan dirinya sendiri (dan tidak hanya teori doank) ….
    tim dapodik, ciao !!!

  18. Om Parcom says:

    Yah…sayang sekali yah…di Elit politik Depdiknas masih banyak perampoknya, jadi pada akhirnya dapodik tdk ada dananya ya termasuk untuk update keamanan data dan siswa itu sendiri, orang teknisnya mungkin bukan tdk bisa meng-close data..apa sih yg tdk bisa dgn komputer ? , sekarang aja dapodik dikelola dengan dana swasta…ya depdiknas itu mau ditanya sekarang ngurusin apa ?….tapi memang sejak jardiknas dipindah ke pustekkom semuanya jadi masalah karena semua elit politik di diknas menjadi rakus akan uang..uang..uang…dan tidak mau kerja kalau tidak ada uangnya……..
    Mentri Pendidikan kita aja kali’ yang goblok..?!!, gak beres ngatur anak buahnya dan tidak idealis mengurusi pendidikan…. “GANTI” karena tidak beres….

  19. baba says:

    DAPODIK maju terus saja sesuai cita-citanya…
    yang perlu dilakukan cuma masalah keamanan data… bukan penutupan program yang baik ini…
    masa ia ada orang yang mau mem-fedopil 40 juta siswa kita ? mana kuat dia… (maksudnya kalau ada kejahatan yang ditujukan pada satu orang siswa saja datanya gak perlu ngambil di data DAPODIK sumber data lain banyak kok… )

  20. Pingback: Tetes Embun » Blog Archive » Data Pribadi berembun

  21. Pingback: » Anak Indonesia tidak aman karena NISN Khalid Mustafa’s Weblog

  22. Dedi Lbs says:

    memang di Indonesia yg namanya pendataan masih pakai coba-coba, itu sudah tradisi kita coba pakai yg ini coba pakai yg itu, nah sampai akhir-nya tidak sukses ya coba lagi pakai yg lain. jadi kesimpulannya pendataan tidak akan pernah berhenti dan tidak berkesinambungan, makanya Depdiknas harus meluncurkan suatu program pendataan yang trus berkesinambungan dan trus melihat masalah program, jangan coba2 aja. SUKSES BUAT JARDIKNAS. MAJU TERUS……!!!! AND JGN COBA-COBA LAGI. GITU LHO

  23. Pingback: tetes-embun.org » Blog Archive » Data Pribadi berembun

  24. Pingback: Data Pribadi berembun - Tetes Embun dotOrg

  25. Pingback: Dapodik “turun” ke sekolah | Khalid Mustafa's Weblog

  26. Pingback: Dapodik “turun” ke sekolah | ICTJABARtitikORG

  27. Pingback: Khalidmustafa’s Weblog

  28. saya tamatan dari D-3 TKJ universitas sriwijaya palembang, tapi saya tidak di ikut sertakan dalam hitungan pendataan NISN, NUPT, padahan kami di sekolahkan pemerinta dalam perjanjiannya untuk mendata data htersebut. bagaimana ada solusinya

  29. @Prilian, sejak program D3 TKJ dipindah ke Pustekkom, memang ada beberapa pelaksanaan MoU tidak dapat dipantau lagi oleh PKLN. Sekarang semua kegiatan sudah berpusat di Pustekkom. Silakan berkomunikasi dgn penanggung jawab D3 TKJ di Pustekkom

  30. Md Puasadana says:

    Kami sangat mendukung tentang adanya NISN yang diselenggarakan pemerintah, salah satunya tentang NISN.

    Setelah mengikuti serta sekolah kami ingin menjadi operator (lewat DAPODIK) di sekolah sehingga tidak mengganggu beban disdik ada sedikit kendala, yakni sampai saat ini kami tidak ada kiriman USER ID dan PASSWORD untuk akses ke WEB DAPODIK. Padahal semua syarat kami sudah penuhi.

    Mohon bantuannya dan petunjuk lebih lanjut.

  31. Vinsensius Namal says:

    Apa…?? Dapodik Program mimpi..?? Oh tentu tidak. kami saja yang di pedesaan sangat terbantu dengan Dapodik. untuk menentang sebuah intervensi. bila ada ada orang yang mermehkan Dapodik entah itu pejabat atau presiden sekalipun penggal saja kepalanya. lalu bawa ke Komodo.
    oleh karena itu jangan mundur, maju terus dapodik, kamu adalah tunggal progaram di Indosi yang luar biasa, cekat, tepat dan akurat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.